KATADATA - Pesan berantai di jejaring sosial beberapa pekan lalu mengimbau agar masyarakat berhati-hati pada saat mengisi bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Pasalnya, banyak SPBU nakal. Keresahan ini seolah mendapat pembenaran ketika kemarin Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan merilis data kecurangan di sejumlah wilayah oleh seratusan SPBU.
Kecurangan tersebut didasari pada keluhan masyarakat yang merasa tidak memperoleh jumlah volume BBM sesuai dengan yang dibeli. Namun, PT Pertamina menampik dugaan tersebut. Alasannya, pengawasan, terutama terhadap kuantitas BBM di SPBU, telah dilakukan dengan ketat. (Baca: Pemerintah Berantas Kecurangan Penjualan BBM).
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan informasi yang disampaikan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga merupakan masukan yang baik untuk Pertamina. “Langkah yang kami tempuh akan mengajak YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan Kemendag untuk mengecek langsung SPBU yang dikeluhkan masyarakat,” kata Bambang, saat ditemui di SPBU Pertamina, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Februari 2016.
Meski demikian, Bambang menuding data yang dimiliki Kementerian Perdagangan tidak valid. Misalnya terkait jumlah SPBU yang ada di Indonesia, khususnya di jalur Pantai Utara saja, Kementerian tidak memberikan data yang benar. “Data yang aneh dari Kemendag. Benar atau tidak, akan kami tindak lanjuti,” ujar Bambang. Jika memang terbukti ada kesalahan, Pertamina akan segera menindak tegas SPBU tersebut.
Kesalahan seperti akurasi kuantitas BBM yang didapat masyarakat, kata Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Sebab, ada empat pihak yang mengecek secara langsung terhadap SPBU dalam tempo yang tidak terjadwal. Dari internal perusahaan ada sales representatif dan manajemen operasi SPBU. Lalu, secara eksternal ada Badan Metrologi Gas (BMG) dan Auditor Internesional. (Baca: Harga Premium Dinilai Tidak Wajar).
Menurutnya, setiap pagi manajemen SPBU harus mengecek akurasi kuantitas BBM dengan dibantu oleh sales representatif. Hal ini dilakukan secara acak di berbagai daerah setiap hari. Kemudian, pengecekan terhadap alat ukur BBM dilakukan BMG secara berkala secara tiba-tiba, begitu pun dengan auditor internasional yang melakukan audit bulanan. Atas dasar inilah, Pertamina mengklaim kecurangan akurasi kuantitas BBM akan sulit dilakukan.
Selain itu, Pertamina memiliki tingkatan SPBU yaitu non-pasti pas, pasti pas, dan pasti prima. Di level pasti pas ada tiga kriteria yaitu basic, good, dan excellent. Tinggakatan ini sangat berpengaruh terhadap margin yang diberikan oleh Pertamina. Oleh karena itu, SPBU akan mempertahankan dan meningkatkan pelayanan untuk memperoleh selisih untung yang lebih besar. Hal ini menjadi dasar argumen Pertamina bahwa SPBU tidak akan melakukan kecurangan yang vital seperti memainkan akurasi kuantitas BBM.
Walau demikian, Vice President Feul Retail Marketing Afandi tidak memungkiri ada ketidakakurasian terhadap BBM yang dikeluarkan. Namun hal tersebut masih dalam tahap wajar sesuai aturan yaitu 0,5 persen. Adapun Pertamina menetapkan batas toleransinya 0,3 persen dari setiap 100 persen BBM yang dikeluarkan. “Banyakan alasan pelayanan, kebersihan, kembalian kurang sedikit, sudah nunggu di red carpet tidak ada petugas. Kalau akurasi meteran itu tidak ada,” ujar Afandi. (Lihat pula: Pertamina Klaim Tak Dapat Untung dari Harga Premium).
Afandi menyatakan SPBU akan diberikan sanksi tegas bila melakukan kesealahan. Mulai dari sanksi penurunan rating, skorsing, sampai Pemutusan Hubungan Usaha (PHU). Sepanjang tahun 2014-2015 sudah ada dua SPBU yang menerima PHU karena kesalahannya di luar toleransi. Hal tersebut dilakukan karena keselahan dilakukan secara beruntun tanpa ada perbaikan, namun bukan karena kesalahan akurasi meteran.
Data Pertamina menyebutkan saat ini ada 5.300 SPBU. Dari jumlah tersebut Pertamina memiliki 122 SPBU. Sedangkan sisanya dimiliki oleh pengusaha dan kerjasama operasi Pertamina dengan pengusaha (KSO).
Kemarin, Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menandatangani nota kesepahaman dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Mereka sepakat mengawasi alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mendistribusikan BBM. Kerjasama ini dilakukan untuk menghentikan praktek kecurangan penjualan bahan bakar minyak. (Baca juga: Harga Premium Dinilai Tidak Wajar).
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Widodo mengatakan pemerintah ingin menjaga tidak ada lagi kecurangan terkait kuantitas BBM yang diterima masyarakat beserta pendistribusiannya. “Pengawasan akan berjalan lebih efisien dan efektif melalui sinergi dengan BPH Migas,” kata Widodo.