Skema FLNG yang tertulis dalam proposal revisi rencana pengembangan (POD) Blok Masela sebenarnya sudah disetujui oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) pada 10 September 2015. Selain skema FLNG, Inpex mengajukan sejumlah revisi dari proposal yang sudah diajukan sebelumnya. Dalam proposal POD pertama pada 2010 lalu, cadangan terbukti Blok Masela hanya 6,05 triliun kaki kubik (tcf) dan kapasitas FLNG 2,5 juta ton per tahun selama 30 tahun. Adapun produksi gas hanya 400 mmscfd, dan kondensat 8.100 barel per hari (bph). Blok ini diperkirakan akan berproduksi pada 2019.

Inpex merevisi proposal tersebut dengan mengajukan cadangan terbukti sebesar 10,73 juta kaki kubik (tcf). Otomatis, kapasitas FLNG meningkat menjadi 7,5 juta ton per tahun selama 24 tahun. Produksi gas juga meningkat menjadi 1.200 mmscfd dan kondensat 24.460 bph. Blok ini akan berproduksi pada 2023. (Baca: Seteru di Balik Kisruh Pengembangan Blok Masela)

Ketika hasil tersebut diajukan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk diputuskan, ada penolakan dari Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Menurut Rizal pengembangan Blok Masela lebih baik menggunakan skema di darat. Artinya gas tersebut harus diolah dengan membangun kilang di darat atau onshore. Alasannya, ada efek berganda bagi masyarakat Maluku, seperti pengembangan industri petrokimia.

Untuk menengahi perbedaan tersebut, Kementerian Energi menyewa konsultan independen asal Inggris Poten and Partners. Hasil kajian dari Poten ini sebenarnya menguatkan opsi FLNG. Meski sudah ada keputusan, tetap saja Kementerian Energi belum mengambil keputusan. Menteri Energi Sudirman Said mengatakan keputusan pengembangan Blok Masela akan diambil langsung oleh Presiden. Bahkan Presiden Jokowi sudah mengadakan dua kali rapat terbatas untuk memutuskannya. (Baca: Dua Menteri Berseteru, Inpex Yakin Proyek Blok Masela Sesuai Jadwal)

Sambil menunggu keputusan dari Presiden, Sudirman berharap semua pihak menahan diri. Dia khawatir kegaduhan yang muncul akan membuat investor takut dan kabur. Pada akhirnya negara tidak akan mendapatkan apa-apa.

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian