KATADATA - Setelah melalui pembahasan alot, pemerintah akhirnya memberikan kesempatan kepada badan usaha swasta untuk mendapatkan alokasi gas bumi. Kesempatan ini diberikan setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merampungkan pembahasan revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 tahun 2015 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, revisi beleid itu memuat ketentuan badan usaha swasta akan mendapat alokasi gas dari pemerintah. Padahal, dalam aturan sebelumnya pemerintah hanya memprioritaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mendapatkan alokasi gas. “Di Peraturan Menteri ESDM yang lama belum dimasukkan badan usaha,” katanya di Jakarta, beberapa hari lalu.
(Baca: Tanpa Infrastruktur, Swasta Tak Dapat Alokasi Gas)
Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan swasta untuk mendapatkan alokasi gas. Yaitu, memiliki atau menguasai infrastruktur dan jaringan gas. Selain alokasi, pemerintah mengatur pemanfaatan gas bumi. Kementerian ESDM akan memprioritaskan rumahtangga untuk memanfaatkan gas bumi. Pertimbangannya, rumahtangga menyangkut kepentingan masyarakat luas, sementara industri berperan dalam menumbuhkan perekonomian.
Dalam aturan sebelumnya, pemerintah sudah menetapkan prioritas pemanfaatan gas bumi. Pertama, untuk kegiatan yang dapat mendukung program pemerintah yaitu penyediaan gas bagi transportasi, rumahtangga dan pelanggan kecil. Kedua, entitas yang mendukung peningkatan produksi minyak dan gas bumi nasional. Ketiga, industri pupuk. Keempat, industri berbahan baku gas bumi. Kelima, penyediaan tenaga listrik. Keenam, industri yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku.
Poin penting lain dari revisi beleid itu adalah pengaturan alokasi dan harga gas suar bakar (flare gas) dan gas pengotor. Gas suar bakar dan gas pengotor ini nantinya dapat dimonetisasi. Kontraktor migas bisa memanfaatkan gas suar bakar melalui mekanisme penambahan fasilitas gas di hulu dan dimanfaatkan badan usaha pemegang izin usaha niaga.
(Baca: Tiga Poin Penting Revisi Aturan Trader Gas)
Sementara itu, alokasi dan harga gas suar bakar ditetapkan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM atas nama menteri, dengan mempertimbangkan usulan kontraktor. Usulan itu sebelumnya dievaluasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2015 ini sempat diprotes oleh Asosiasi Trader Gas Alam Indonesia (INGTA). INGTA menganggap aturan tersebut akan mematikan usaha para trader gas. Ketua INGTA Sabrun Jamil Amperawan mengatakan badan usaha swasta kesulitan mendapatkan alokasi gas karena hanya diprioritaskan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (Baca: Trader Ancam Gugat Aturan Menteri ESDM Soal Alokasi Gas)
Pelaku usaha distribusi gas ini mengancam akan menggugat ke Mahkamah Agung (MA), jika pemerintah tidak mengubah aturan tersebut. Bahkan INGTA sudah menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacaranya. Dia juga keberatan jika badan usaha swasta disalahkan terkait lambannya pengembangan infrastruktur gas. Menurut dia dalam 12 tahun terakhir trader gas telah membangun jaringan pipa gas sepanjang 450 kilometer (km).
Saat ini badan usaha swasta tidak berani membangun infrastruktur, karena sudah dua tahun tidak mendapatkan alokasi gas. Kementerian ESDM saat ini hanya memberikan kontrak sementara saja kepada badan usaha swasta. Padahal sebelumnya badan usaha bisa mendapatkan kontrak perjanjian jual beli gas hingga 10 tahun.