KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih melakukan kajian untuk dapat menurunkan harga gas untuk industri di Sumatera Utara. Kajian sementara, harga gas tersebut bisa turun sekitar US$ 2,3-2,5 per juta british thermal unit (mmbtu).
Harga gas di daerah tersebut akan turun dari US$ 14 per mmbtu, menjadi hanya sekitar US$ 11 per mmbtu. Direktur Jenderal Migas ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja menargetkan harga gas tersebut bisa diturunkan mulai bulan depan. Pekan ini kementerian tengah membahas kemungkinan penurunan dan insentif yang akan diberikan kepada dua perusahaan negara yang menyalurkan gas di daerah tersebut.
Menurut dia, harga gas di Medan bisa turun jika PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. bisa melakukan efisiensi. Dia juga akan mengupayakan bagian penerimaan negara dari bisnis gas ini dikurangi, agar harganya bisa terjangkau.
"(Jatah pemerintah) government take-nya dikurangi, transmisi kami minta Pertamina efisiensi, nanti didistribusinya PGN dibuat efisiensi juga. Kami usulkan juga ke Kementerian Keuangan kalau pajak yang berlapis-lapis disederhanakan," kata Wiratmaja usai meresmikan Mobile Refueiling Unit (MRU) di Lapangan Banteng Jakarta, Senin (16/11).
(Baca: Jokowi Akan Selesaikan Kisruh Pertamina-PGN Soal Harga Gas di Medan)
Di tempat yang sama, Direktur Utama Pertamina Dwi Soecipto mengaku perlu mereview usulan efisiensi yang diusulkan pemerintah. Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan adalah investasi jaringan pipa yang selama ini dikeluarkan dan kapan modalnya akan kembali. Pertamina pasti sudah mempunyai target mengenai pengembalian investasi.
"Akan sangat lebih baik lagi kalau infrastruktur itu adalah tugas negara. Jadi kalau itu tugas negara maka ongkos terhadap investasi itu akan bisa ditekan," kata Dwi.
Pertamina menyatakan siap mengikuti apapun kebijakan yang akan diambil pemerintah agar harga gas di Medan bisa turun, termasuk jika harus mengurangi margin keuntungan. Asalkan pengurangan margin ini tidak hanya dilakukan oleh Pertamina.
Direktur Utama Pertagas Hendra Jaya mengatakan harga keekonomian gas diatur oleh pemerintah berdasarkan asumsi-asumsi agar suatu proyek bisa menguntungkan. Asumsi-asumsi ini mengenai harga gas di tingkat transmisi diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Artinya asumsi-asumsi ini bisa diubah untuk kepentingan negara.
"Misalnya, lifetime dari keekonomian yang selama ini hanya bisa 15 tahun, bisa diperpanjang sesuai dengan umur pipa sampai 30 tahun. Itu bisa membantu pemerintah membuat harga gas terjangkau," ungkapnya.
(Baca: Pertamina-PGN Saling Tuding Penyebab Mahalnya Harga Gas di Medan)
Diberitakan sebelumnya, terkait dengan mahalnya harga gas untuk industri di Medan, PGN melempar kesalahan ke Pertamina sebagai pemasok, karena telah menjual dengan harga tinggi. PGN membeli gas dari Pertamina dengan harga US$ 13,8 per juta mmbtu, dan menjualnya dengan harga US$ 14 per mmbtu. Harga ini jauh lebih mahal dibandingkan daerah lain yang masih di kisaran US$ 10 per mmbtu.
Pertamina tidak membatahnya. Namun, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan PGN tidak transparan dalam menjelaskan penetapan harga gas di wilayah tersebut. Pertamina memang menjual gas yang berasal dari fasilitas regasifikasi Arun dengan harga US$ 13,8 per mmbtu. Harganya mahal karena merupakan gas alam cair (LNG) dari Dongi Senoro di Sulawesi Tengah, yang harus diregasifikasi lagi di Arun.
Meski demikian, pasokan gas untuk Sumatera Utara tidak hanya satu. Pertamina juga memasoknya langsung dari sumur gas di Lapangan Pangkalan Susu. Jumlah pasokannya pun sama dengan LNG yang berasal dari Donggi Senoro, yakni 4 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Pertamina menetapkan harga gas dari Pangkalan susu lebih murah, yakni hanya US$ 8,31 per mmbtu.