Kontrak Mahakam Terhambat Besaran Bagi Hasil

KATADATA/
Penulis: Muchamad Nafi
10/11/2015, 18.07 WIB

KATADATA - Pembahasan kontrak Blok Mahakam belum kelar hingga sekarang. Kali ini, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I.G.N. Wiratmaja Puja, proses negosiasi baru menyangkut syarat dan ketentuan antara pemerintah dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Dalam syarat dan ketentuan tersebut, pemerintah belum bisa memutuskan besaran bagi hasil yang akan diterima pemerintah dan KKKS. “Kalau sudah fix baru diceritakan, kalau split-nya masih dalam proses,” kata dia di Gedung Migas, Jakarta, Selasa, 10 November 2015. (Baca juga: Masih Ada Hambatan Dalam Pembahasan Blok Mahakam). 

Sebagaimana diketahui, masa kontrak pengelolaan blok minyak dan gas tersebut akan berakhir pada 2017. Pemerintah memutuskan Pertamina sebagai operator dengan porsi saham 60 persen. Sedangkan pemerintah daerah Kalimantan Timur mendapat 10 persen saham partisipasi. Adapun kontraktor lama Blok Mahakam, yaitu Total E&P Indonesie dan Inpex Coporation, mendapat jatah 30 persen saham. Menurut Wiratmaja, besaran saham di antara pemegang saham itu sudah tidak bisa diganggu gugat.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi Djoko Siswanto mengatakan sampai saat ini Total dan Inpex belum pernah meminta bagi hasil. Negosiasi tersebut lebih banyak dilakukan antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina. Namun, dia mengatakan tidak mengetahui berapa bagi hasil yang diminta Pertamina. (Baca pula: Pemda Kaltim Resmi Dapat 10 Persen Saham Blok Mahakam).

Djoko hanya memperkirakan perusahaan pelat merah itu bisa mendapatkan porsi bagi hasil yang besar yakni hingga 40 persen. Adapun bagian pemerintah 60 persen. Lazimnya, bagi hasil gas sebesar 85 untuk pemerintah dan 15 untuk KKKS. “Soalnya Pertamina membayar dividen, di samping negara mendapat split dan pajak. Ini yang sedang dinegosiasikan bagaimana dividen ini untuk mengurangi split,” ujar dia.

Sebelumnya, pembahasan kontrak ini terhambat oleh penilaian aset seusai pemerintah menyerahkan saham partisipasi (participating interest) Blok Mahakam sebesar 10 persen kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Ketika itu, menurut Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian Energi Widhyawan Prawiraatmaja, dua hal yang belum diselesaikan pemerintah sebelum finalisasi kontrak Blok Mahakam.

Pertama, SKK Migas sedang menyelesaikan valuasi aset Blok Mahakam. Kedua, Direktur Jenderal Migas dibantu SKK Migas akan membuat syarat dan ketentuan kontrak tersebut. Valuasi aset akan menggunakan pihak ketiga supaya hasilnya independen dan lebih bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, masih ada perbedaan perhitungan aset antara Pertamina sebagai pengelola baru dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. "Total punya pandangan sendiri, Pertamina punya pandangan sendiri. Kalau ada hasil evaluasi yang independen, akan lebih mudah,” kata Widhyawan.

Valuasi dibutuhkan untuk mengetahui nilai aset Blok Mahakam yang sebenarnya. Seandainya nilai kawasan migas itu sudah diketahui, Pertamina dan para mitranya dapat memutuskan skema pembayaran kepemilikan saham blok tersebut.

Menurut Widhyawan, tukar guling aset (swap) merupakan salah satu skema pembayaran yang disodorkan oleh Total. Tapi Pertamina menganggap hal itu tidak perlu. Selain itu, ada pula opsi skema pembayaran secara tunai. Dari sisi pemerintah, sebenarnya lebih merekomendasikan skema ini agar aset Pertamina di luar negeri bisa bertambah.

Reporter: Arnold Sirait