Kajian Pengembangan Blok Masela Berdasarkan Enam Aspek

KATADATA
kementerian esdm
Penulis: Yura Syahrul
22/10/2015, 17.51 WIB

KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) akan memutuskan pengembangan Blok Masela berdasarkan hasil kajian konsultan independen. Hasil kajian tersebut setidaknya mengacu kepada enam faktor penilaian.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja menyatakan, pihaknya masih menyeleksi konsultan independen bertaraf internasional untuk mengkaji skema pengembangan Blok Masela. Kajiannya meliputi enam faktor penilaian, baik untuk pengembangan dengan skema kilang gas di darat (onshore) maupun kilang gas terapung (FLNG) di tengah laut. 

Pertimbangan pertama, aspek kelayakan secara teknologi. Kedua, aspek kelayakan secara ekonomi, seperti belanja modal atau capital expenditure (capex) dan belanja operasi atau operational expenditure (opex). Ketiga adalah apsek risiko dari masing-masing dua skema tersebut.

Keempat, efek berantai dari proyek pengembangan Blok Masela itu. Kelima, pembangunan kawasan yang terdampak dengan adanya proyek Masela. Keenam, jangka waktu dari dua skema pengembangan tersebut. "Jadi ada enam aspek yang dikaji secara apple to apple,” kata Wiratmaja di Jakarta, Kamis (22/10). Kajian tersebut dilakukan berdasarkan penilaian dan tidak dipengaruhi oleh opini.

(Baca: Dua Menteri Berseteru, Inpex Yakin Proyek Blok Masela Sesuai Jadwal)

Menurut Wiratmaja, kajian atas enam aspek itu penting lantaran rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atas rencana pengembangan (Plan of Development /PoD) Blok Masela hanya berdasarkan aspek keekonomian. Alhasil, meskipun SKK Migas merekomendasikan skema FLNG untuk pengembangan Blok Masela, Kementerian ESDM akan memutuskan berdasarkan hasil kajian konsultan independen.

(Baca: Rizal Ramli Minta Pengembangan Blok Masela Dikaji Ulang)

"SKK Migas memang sudah merekomendasikan laut (FLNG). Tapi itu hanya dari keekonomian, (aspek) multiplier effect belum. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) belum detail sekali," kata Wiratmaja. Hasil kajian konsultan independen secara komprehensif dibutuhkan karena banyak pihak yang mempersoalkan keputusa skema FLNG oleh SKK Migas hanya mengikuti keinginan Inpex Masela sebagai operator blok kaya gas di Laut Arafura, Maluku tersebut.

(Baca: Enam Perusahaan Global Berebut Jadi Konsultan Blok Masela)

Saat ini, Kementerian ESDM telah mengantongi enam kandidat konsultan independen, yaitu Fluor Corporation, Bechtel,  IHS Inc, Wood Mackenzie, AT. Kernay, dan Deloitte Advisory. Mayoritas perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat. Hanya satu asal Skotlandia, yakni wood Mackenzie. Hasil kajian konsultan independen ini diharapkan rampung sebelum akhir tahun sehingga pemerintah dapat segera memutuskan pengembangan Blok Masela.

Sebenarnya, SKK Migas telah menyetujui  proposal revisi PoD Blok Masela pada 10 September lalu. PoD itu memuat rencana penambahan kapasitas kilang gas cair terapung (FLNG), dari semula 2,5 juta metrik ton per tahun (mtpa) berdasarkan PoD pertama yang disetujui pemerintah tahun 2010 silam menjadi 7,5 juta mtpa. Nilai investasinya pun diperkirakan membengkak dua kali lipat dari estimasi awal menjadi sekitar US$ 14,8 miliar.

Namun, belakangan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli meminta Kementerian ESDM dan SKK Migas meninjau ulang PoD tersebut. Yang dipersoalkannya adalah rencana pembangunan FLNG untuk memproses gas bumi menjadi gas cair di tengah laut. Sebab, teknologi fasilitas itu relatif masih baru di seluruh dunia sehingga nilai investasinya sangat besar.

Ketimbang membangun FLNG, menurut Rizal, lebih menguntungkan jika membangun jaringan pipa sepanjang sekitar 600 kilometer untuk mengalirkan gas dari Blok Masela ke Kepulauan Aru di Maluku. Selain investasinya lebih murah, skema itu akan mendatangkan efek berantai berupa pengembangan wilayah Aru dan industri di dalam negeri.

Reporter: Arnold Sirait