KATADATA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai menyoroti kinerja sektor energi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Salah satu yang disoroti adalah program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG).
Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian menganggap program konversi BBM ke BBG tidak berjalan. Padahal program tersebut merupakan salah satu dari 100 program yang dijanjikan Joko Widodo ketika kampanye. "Dari 100 program Jokowi, salah satunya adalah konversi BBM ke gas. Tapi sampai hari ini nol," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/10).
Dalam kampanyenya, Jokowi menjanjikan adanya transformasi sektor transportasi dari yang berbasis BBM ke BBG. BBM dianggap lebih mahal dan ketergantungan impornya besar, sedangkan BBG lebih murah dan bisa dicukupi dari dalam negeri. Komitmen ini disebutkan dalam dokumen “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian.” Dokumen yang diterbitkan pada Mei 2014 ini memuat visi, misi dan program Jokowi, saat mencalonkan sebagai Presiden tahun lalu.
Menteri ESDM Sudirman Said membantah jika program konversi BBM ke BBG tidak berjalan. Dia mengatakan program ini sedang berjalan, hanya pelaksanaannya saja yang lambat. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan lahan untuk pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Mesin-mesin untuk menunjang fasilitas ini pun sudah dibelanjakan.
"Kalau dikatakan terlambat memang terlambat. Karena semua proyek yang melibatkan lahan memang telat. Karena sulit cari lahan," ujar dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja juga mengakui salah satu program konversi BBM ke BBG yang tidak berjalan, yakni pembagian konverter kit untuk nelayan. Ini karena dasar hukum untuk program ini belum ada. "Selama ini belum berjalan, karena tahun lalu enggak jadi, dan tahun ini revisi Peraturan Presiden-nya belum selesai," ujar dia.
Akibat program yang tidak berjalan ini, Komisi VII DPR memutuskan untuk mengurangi anggaran Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM tahun depan, dari Rp 3,2 triliun menjadi Rp 2,3 triliun. ini membuat jatah konverter kit untuk nelayan berkurang dari 11.000 paket, menjadi hanya 5.000 paket. Konverter kit sektor transportasi pun dikurangi dari 3.250 paket menjadi hanya 1000 paket.
(Baca: Pemerintah Targetkan Produksi 10 Ribu Kendaraan BBG Tahun Depan)
Pengurangan anggaran ini juga berdampak pada pembangunan jaringan gas untuk rumah tangga, dari yang awalnya tujuh lokasi menjadi lima lokasi. Pembangunan infrastruktur sarana dan bahan bakar gas untuk transportasi dan sistem perpipaan dikurangi dari sembilan lokasi menjadi hanya dua lokasi.
Meski mendapat kritikan dalam program konversi BBM ke BBG, Sudirman menyatakan keberhasilannya pada program energi lain, yakni pencabutan subsidi BBM dan pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
"Tidak pernah dalam sejarah pengolahan energi, bisa mengambil keputusan fundamental. Mulai dari meluruskan subsidi, kemudian melakukan efisiensi supply chain dengan melikuidasi Petral," kata Sudirman. Selain itu juga juga membanggakan proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt dan pengoperasian kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).