Penurunan Harga Gas Industri Bisa Hasilkan Efek Berantai Rp 137 Triliun

Donang Wahyu|KATADATA
Pekerja melakukan pemeriksaan akhir pada kendaraan sedan All New Vios di pabrik Toyota Karawang 2, Kawasan Industri Karawang International Industrial City, Karawang, Jawa Barat.
Penulis: Yura Syahrul
9/10/2015, 16.35 WIB

KATADATA - Pemerintah telah menghitung manfaat positif dari rencana kebijakan menurunkan harga gas untuk industri, yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III. Berdasarkan hasil kajian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebijakan itu memang bakal menurunkan penerimaan negara. Namun, di sisi lain, berpotensi menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian di masa depan.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, setiap penurunan US$ 1 per juta british thermal unit (MMBTU) akan menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 6,6 triliun. Namun, kebijakan itu akan menimbulkan penambahan potensi pajak sekitar Rp 12,3 triliun. Selain itu, efek berantai yang ditimbulkan dari penurunan harga gas itu sehingga roda perekonomian berputar lebih kencang, diperkirakan sekitar Rp 68,95 triliun.

Lain halnya jika penurunan harga gas sebesar US$ 2 per MMBTU, maka akan mengakibatkan penurunan potensi penerimaan negara.sebesar Rp 13,39 triliun. Namun, berpotensi meningkatkan penerimaan pajak baru sebesar Rp 24,6 triliun dan efek berantai dari perputaran roda ekonomi sebesar Rp 137 triliun.

"Itu baru hitungan kasar. Nanti akan kami hitung lagi secara terperinci," kata Wiratmaja berdasarkan penjelasan tertulisnya, Jumat (9/10).

Kementerian ESDM memang membuat dua skenario penurunan harga gas untuk industri. Skenario pertama, pemerintah menurunkan harga gas di hulu dari kisaran harga US$ 6-US$ 8 per MMBTU saat ini menjadi minimal US$ 6 per MMBTU.

Skenario kedua untuk harga gas di atas US$ 8, diturunkan sebesar US$ 1-US$ 2 per MMBTU menjadi minimal US$ 6 per MMBTU. Harga baru gas untuk industri ini akan berlaku mulai 1 Januari 2016.

Demi menurunkan harga gas untuk industri tersebut, pemerintah rela mengurangi potensi penerimaan negara di sektor hulu migas. Jadi, kebijakan itu tidak akan mempengaruhi pendapatan para kontraktor hulu migas.

Di sektor hulu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari.penjualan gas bumi akan berkurang. Penerimaan negara juga akan berkurang akibat insentif penurunan iuran-iuran dan pajak dan dari skema pengembalian kembali (reimburse) biaya investasi jaringan pipa oleh pemerintah.

Tidak hanya sisi hulu, penurunan harga gas juga akan dilakukan dengan penataan biaya gas di sektor hilir. Bentuknya ada tiga. Pertama, pengaturan margin untuk trader gas bumi yang tidak memiliki fasilitas. Kedua, pengurangan iuran dan pajak pada proses transmisi dan distribusi gas bumi. Ketiga, pengaturan tingkat pengembalian investasi (IRR) untuk perniagaan gas bumi yang memiliki fasilitas.

Menurut Wiratmaja, ada empat macam industri yang mendapat prioritas penurunan harga gas. Pertama, industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku, seperti pabrik pupuk dan petrokimia. Kedua, industri strategis.

Ketiga, industri yang menggunakan gas dalam proses produksinya. Jadi dalam pembuatan produk, fungsi gas tidak dapat digantikan. Keempat, industri manufaktur yang memiliki banyak pekerja.

Pemanfaatan gas bumi di Indonesia untuk industri hingga bulan Agustus lalu mencapai 1.254 miliar british thermal unit per hari (BBTUD) atau sekitar 18,45 persen dari total produksi. Sedangkan untuk pupuk sebanyak 744,8 BBTUD atau sekitar 11,14 persen.

Reporter: Arnold Sirait