Larang Mudik, Pemerintah Tak akan Setop Operasional KRL

ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
Ilustrasi. Pemerintah memutuskan tak menghentikan operasional KRL lantaran masih dibutuhkan untuk mengangkut para tenaga medis dan petugas nonmedis rumah sakit.
Editor: Agustiyanti
21/4/2020, 20.14 WIB

Pemerintah memastikan tidak menghentikan operasional kereta rel listrik selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan pelarangan mudik tahun ini. Meski demikian, Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pengawasan pergerakan penumpang akan diperketat dengan melibatkan unsur TNI dan Polri.

"Sekarang kami kerjasama antara Polisi, TNI dan Satpol PP untuk memeriksa orang yang datang ke situ dan mengidentifikasi ke mana tujuannya," katanya saat rapat kerja bersama Komisi V DPR, Selasa (21/4).

Petugas akan memberlakukan pengecekan kartu keterangan sehat dari instansi kesehatan bagi penumpang yang hendak menggunakan KRL serta surat keterangan di mana dia bekerja.

Pemerintah tak memutuskan untuk menghentikan operasional KRL lantraran  mempertimbangkan lebih banyak kerugian yang justru terjadi. Pasalmya, moda transportasi massal tersebut masih dibutuhkan oleh para tenaga medis, termasuk petugas kebersihan di berbagai rumah sakit yang ada di Ibu Kota. 

 (Baca: Jokowi Resmi Larang Masyarakat Mudik Lebaran Tahun Ini)

 "Kementerian Perhubungan  telah melakukan studi ternyata banyak penumpangnya adalah pekerja yang membersihkan rumah sakit atau jadi operator di kesehatan. Kalau mereka tidak diangkut, siapa yang akan merawat orangg sakit, kan mereka-mereka itu yang di rumah sakit," kata dia. 

Pemerintah resmi memberlakukan larangan mudik mulai Jumat (24/4) untuk menekan penyebaran virus corona. Sanksi bagi pelanggar pun telah disiapkan dan berlaku efektif mulai 7 Mei 2020.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan pihaknya saat ini sedang menyiapkan regulasi transportasi terkait larangan mudik. “Kami sudah siapkan skema bagaimana kendaraan angkutan umum, kendaraan pribadi, sepeda motor tidak boleh keluar masuk zona merah,” kata Budi. 

(Baca: Mudik Dilarang, Pemerintah Rancang Skenario Pembatasan Jalan Tol)

Dia menjelaskan, skenario yang disiapkan berupa pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar masuk wilayah, bukan penutupan jalan. Skema pembatasan lalu lintas ini dipilih karena yang dilarang untuk melintas adalah terbatas pada angkutan penumpang saja, sedangkan angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi. 

Untuk menegakkan peraturan diperlukan adanya sanksi atas pelanggaran. “Bagi masyarakat yang memaksa untuk mudik, harus ada sanksi di sana," kata dia.

Menurutnya sanksi tersebut bisa diterapkan mengacu pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Sanksi yang paling ringan bisa dengan dikembalikan saja kendaraan tersebut untuk tidak melanjutkan perjalanan mudik,” kata Budi.

Survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) sebelumnya menunjukkan, sebanyak 12% responden masih berencana mudik di tengah pandemi virus corona. Kelompok paling banyak yang ingin mudik adalah karyawan swasta 35,6%, aparatur sipil negara  23,4%, dan pelajar/mahasiswa 11%.

Sebanyak 31,1% responden sudah membeli tiket. Adapun tanggal pilihan untuk mudik terbanyak di H-3 lebaran atau 32%. Survei dilakukan terhadap 2.437 responden yang tersebar di 34 provinsi pada 29-30 Maret 2020. Hasil survei lebih lengkap dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto