Kisah Perantau Minang Melawan Corona demi Bertahan Hidup

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Pedagang menggunakan face shield saat melayani pembeli di Kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (18/5/2020). Meski Pasar Tanah Abang telah tutup selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagian pedagang tetap menggelar lapaknya di sejumlah titik.
Penulis: Muchamad Nafi
22/5/2020, 06.00 WIB

(Baca: UMKM Beralih ke Penjualan Online untuk Bertahan dari Pandemi Corona)

Perjuangan mencari sesuap nasi dan bertahan di ibu kota juga dirasakan Nober, pemuda asal Kabupaten Solok yang sehari-hari mengandalkan jasa percetakan. Sejak pandemi Covid-19 dan kebijakan PSBB, ia tidak memiliki penghasilan tetap sebab perkantoran di sekitar toko yang disewanya tidak beroperasi.

Sehari order yang ia terima sekitar Rp 50 ribu, dan paling banyak Rp 200 ribu. Bahkan sering tidak ada pemasukan dalam satu hari karena sepinya pemesan jasa di percetakannya. Padahal, sebelum pandemi, Nober bisa meraup omzet minimal Rp 500 ribu per hari. “Saya berharap situasi kembali normal,” kata pemuda yang telah merantau ke Jakarta sejak 2010 tersebut.

Lain lagi cerita Wahyu. Perajin asesoris di Jakarta Selatan ini sudah tidak bekerja lagi sejak awal Ramadan. Pemuda asal Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat tersebut terpaksa menutup sementara usahanya entah sampai kapan.

Sebelum menutup lapaknya, Wahyu sempat bertahan selama beberapa pekan dengan bantuan dua pekerja. Lima dari tujuh pekerja terpaksa dipulangkan lebih awal mengingat kondisi perekonomian yang makin mengkhawatirkan. “Tidak ada pesanan, sementara biaya hidup terus berjalan,” kata lulusan Universitas Negeri Padang tersebut.

Sebelum pandemi Covid-19 menerjang Tanah Air, Wahyu bisa meraup omzet hingga Rp 30 juta per bulan. Secara bertahap omzet tersebut merosot menjadi Rp 15 juta, Rp 5 juta, hingga sama sekali tidak ada. Kini ia bersama istri dan satu anaknya terpaksa tinggal di rumah kerabat dan bergantung dari sisa tabungan yang dikumpulkan sejak merantau ke Tanah Jawa.

Rindu Perantau Minang ke Rumah Gadang Terhalang Corona

Lebaran merupakan momentum yang selalu ditunggu-tunggu banyak orang terutama umat Muslim untuk merayakan hari besar keagamaan. Namun, Idul Fitri tahun ini terasa berbeda sebab banyak orang tidak bersua dan berkumpul bersama sanak saudaranya di kampung halaman.

Bagi perantau, lebaran tidak hanya sekadar hari besar semata, lebih dari itu ada kerinduan untuk bisa pulang ke kampung halaman. “Rindu rasanya pulang kampung,” kata Yandri.

Namun keinginan itu terpaksa dipendam dalam-dalam karena pemerintah melarang masyarakat mudik guna memutus mata rantai penyebaran virus corona. Jika ada warga yang tetap mudik dan ditemukan di jalanan maka tak jarang pula disuruh putar balik oleh petugas yang berjaga.

Meskipun melarang warga untuk mudik, namun transportasi massal sudah mulai normal seperti biasanya. Bahkan, beberapa waktu lalu tumpukan penumpang tampak mengantre di Bandara Soekarno-Hatta.

(Baca: Cegah Mudik Lebaran, Kemenhub Perketat Pengamanan di Jalur Darat)

Bagi Yandri, Nober, dan Wahyu saat ini menahan diri di Ibu Kota jauh lebih penting dari pada tetap memaksakan untuk mudik. Selain terkendala kebijakan, uang untuk pulang kampung juga sudah tidak ada.

Bila tetap mudik, di kampung halaman pun mereka akan merasa asing oleh setiap orang. Bisa jadi masyarakat di sana khawatir perantau membawa virus dari daerah zona merah. “Bisa dikucilkan. Orang takut bersua dengan kita,” ujar Yandri.

Karena itu, Idul Fitri 2020 kali ini akan dimanfaatkan dengan menghabiskan waktu bersama anak dan istri di kontrakan termasuk rencana berkunjung atau silaturahmi ke rumah kerabat di Jakarta.

Sejak badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menetapkan pandemi Covid-19, sejumlah negara menerapkan kebijakan jaga jarak untuk melindungi warga dari ancaman virus. Ada yang menerapkan karantina wilayah atau lockdown hingga PSBB seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia di sejumlah daerah. Kebijakan ini tentu berdampak pada masyarakat terutama yang sehari-hari mengandalkan keramaian untuk menyambung hidup.

Hingga Rabu (20/5) sebanyak 19.189 orang dinyatakan positif Covid-19, 1.242 meninggal dan 4.575 orang dinyatakan sembuh. Lihat grafik Databoks di bawah ini:

Halaman:
Reporter: Antara