WHO Desak RI Setop Hidroksiklorokuin dan Klorokuin untuk Obati Corona

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.
Obat klorokuin di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Sabtu (21/3/2020). WHO meminta pemerintah setop menggunakan turunan klorokuin yakni hidroksiklorokuin dalam mengobati pasien corona.
27/5/2020, 15.23 WIB

Organisasi kesehatan dunia (WHO) meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin dalam pengobatan virus corona Covid-19. Hal ini terkait keamanan dari obat malaria tersebut dalam mengobati corona.

Dilansir dari Reuters, seorang sumber mengatakan WHO telah mengirim pemberitahuan kepada Kementerian Kesehatan agar menghentikan pemakaian dua obat ini pada pasien Covid-19.

Anggota Asosiasi Pulmonolog Indonesia sekaligus dokter yang ikut menyusun pedoman pengobatan Covid-19 yakni dr Erlina Burhan juga mengonfirmasikan bahwa asosiasi telah menerima saran terbaru dari WHO ini.

“Kami sedang membahas dan masih ada beberapa perselisihan. Belum ada kesimpulan,” kata Erlina dilansir dari Reuters, Rabu (27/5).

(Baca: WHO Setop Uji Coba Obat Malaria Hidroksiklorokuin untuk Pasien Corona)

Hidroksiklorokuin merupakan obat turunan klorokuin yang digunakan untuk mengobati infeksi malaria dan lupus. Obat ini disebut Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi manjur untuk pasien Covid-19.

Hari Senin (25/5), WHO telah menangguhkan uji klinis global hidroksiklorokuin untuk mengobati corona. Sedangkan dari data Kemenkes, beberapa perusahaan siap menyediakan 15,4 juta klorokuin dan hidroksiklorokuin.

Ahli jantung dari Cleveland Clinic, Amerika Serikat yakni dr Stephen Nissen mengatakan dirinya terkejut pemerintah RI merekomendasikan hidroksiklorokuin untuk pengobatan corona. Apalagi menurutnya ada risiko serius bagi jantung pasien jika obat ini digunakan.

“Berpotensi mematikan, gangguan irama jantung yang sangat sulit diobati," katanya.

Sedangkan farmakolog dari Universitas Charles Sturt Australia yakni Jane Quinn mengatakan obat anti malaria bisa menimbulkan bahaya bagi orang Indonesia karena tak cocok dengan profil enzim penduduk RI. Quinn mengatakan kondisi ini dapat menyebabkan pengobatan kurang efektif dan bisa meracuni pasien.

“Enzim penduduk Indonesia kurang efektif dalam memecah klorokuin dan hidroksiklorokuin,” katanya.

Dilansir dari Reuters, belum ada konfirmasi dari perwakilan WHO di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sedangkan Kemenkes sedang menyiapkan jawaban atas pemberitaan ini.  

“Humas Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan sedang mendiskusikan dengan timnya,” kata Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kemenkes Busroni kepada Katadata.co.id, Rabu (27/5).

(Baca: Kemenkes Uji Obat Ebola hingga HIV pada Pasien Covid-19)

(Catatan redaksi: Tulisan ini telah mengalami perubahan pada judul dan paragraf satu, Rabu (27/5) pukul 16.35 WIB untuk menambahkan klorokuin sebagai obat yang juga direkomendasikan penghentiannya oleh WHO)