Dari survei USAID, hanya 2% fasilitas kesehatan di Kongo yang memiliki alat ketersediaan alat bantu oksigen. Sedangkan di Bangladesh dan Tanzania, pasokan oksigen cuma dapat ditemukan di 7% dan 8% klinik atau rumah sakit.
Hingga 2017, WHO belum memasukkan fasilitas pasokan oksigen sebagai kebutuhan esensial. Hal ini mengakibatkan banyak negara di kawasan Afrika, Amerika Latin, dan Asia tak mendapatkan bantuan alat serta tidak berinvestasi guna memenuhi kebutuhan alat ini.
Sedangkan WHO telah membeli 14 ribu konsentrator dan akan mengirim ke 120 negara dalam beberapa pekan mendatang. Selain itu tambahan 170 ribu alat bantu ditargetkan akan tersedia dalam enam bulan ke depan.
"(Ketersediaan) Oksigen telah hilang dalam agenda global selama beberapa dekade," kata aktivis kesehatan global di koalisi Every Breath Counts Leith Greenslade.
(Baca: Pakar AS Peringatkan Risiko Komplikasi Covid-19 pada Orang Muda)