Jadi Buron dan Lolos dari Intel Kejaksaan, Siapa Joko Tjandra?

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ilustrasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin (tengah) mengakui buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Sugiarto Tjandra, di Jakarta pada 8 Juni 2020 lolos dari pantauan intelijen Kejaksaan Agung.
Penulis: Sorta Tobing
2/7/2020, 14.12 WIB

Dua anak perusahaan Mulia Group, yaitu PT Mulia Intan Lestari dan PT Mulia Karya, memperoleh pinjaman dari Bank Bumi Daya (BBD), masing-masing sebesar US$ 75 juta dan US$ 50,45 juta. Pinjaman itu juga macet sehingga total tunggakannya mencapai US$ 150 juta.

Pada saat yang sama, Joko juga mengajukan kredit US$ 70 juta untuk membangun gedung perkantoran Wisma Mulia II di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ia memakai anak usahanya yang lain, yaitu Karya Gemilang.

Pria kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, itu kemudian minta agar kredit Karya Gemilang dialihkan ke Mulia Intan Lestari dan disetujui oleh BBD. Hotel Mulia berhasil ia selesaikan dalam waktu hanya sembilan bulan dan mendapat banyak pujian. Tapi dalam sekejap bisnisnya hancur karena krisis moneter 1997. Mulia akhirnya tak membayar cicilan utang, meskipun sudah direstrukturisasi oleh BBD.

BBD akhirnya menyerahkan kredit macet itu ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ketika itu, Joko tak pernah datang meladeni panggilan BPPN. Pemerintah akhirnya menempuh langkah hukum.

(Baca: Deretan Koruptor Lansia yang Berpeluang Bebas karena Penanganan Corona)

Pada Juni 2009, kejaksaan memenangkan pertimbangan kembali dan Joko Tjandra divonis bersalah dengan tuntutan dua tahun hukuman penjara dan denda Rp 15 juta. Selain itu, pengadilan memerintahkan Joko untuk mengembalikan hasil kejahatannya senilai Rp 546 miliar pada negara.

Sehari sebelum hakim mengeluarkan keputusan itu, Joko kabur ke luar negeri sehingga dirinya ditetapkan sebagai buronan. Ia kabur ke Papua Nugini dan dikabarkan sudah berstatus warga negara di sana.

Pada 2011, Majalah TEMPO sempat menulis Joko masih melakukan bisnisnya di Indonesia. Ketika itu ia berencana membangun resor The Mulia Resort and Villas Bali. Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali Made Arjaya ketika itu yakin Joko pernah bertemu dengan pejabat setempat guna mengurus perubahan izin pembangunannya.

(Baca: Sidang Ditunda, Eks Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim Reaktif Covid-19)

Anggota Dewan menemukan nama Joko Tjandra tercantum dalam perubahan izin mendirikan bangunan (IMB) resor yang rencananya memiliki 635 kamar serta 108 vila itu. Sebelumnya, pada 2007, menurut dokumen perubahan itu, IMB resor di kawasan Pantai Geger tersebut atas nama Joko Tjandra selaku Direktur Utama PT Mulia Graha Tata Lestari.

Melalui IMB 29 Maret 2011, pria bernama asli Tjan Kok Hui itu mengalihkan IMB (balik nama) ke Viady Sutojo, selaku direktur utama baru PT Mulia Graha Tata Lestari.

Namanya lalu muncul lagi dalam kasus Panama Papers pada 2016. Berdasarkan informasi Mossack Fonseca, Joko disebut mendirikan perusahaan di negara-negara suaka pajak atau tax havens. Sebagian besar motifnya diduga untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing. Ia tak sendirian, ada juga nama saudagar minyak Riza Chalid.

Mengutip dari Kompas, adik Djoko Tjandra, dan seorang kerabatnya pernah menemui Presiden Joko Widodo di Papua Nugini. Ketika itu Presiden menghadiri jamuan malam kenegaraan bersama Perdana Menteri Papua Niugini Peter Charles Paire 0'Neill di Gedung Parlemen, Port Moresby, pada 11 Mei 2015.

(Baca: Kejaksaan Ungkap Alasan Kasus HAM Lama Belum Diproses)

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto, Antara