Survei: Warga DKI Jakarta Belum Siap Terapkan Normal Baru

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Ilustrasi, petugas Pemadam Kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Penulis: Rizky Alika
5/7/2020, 13.53 WIB

Koalisi warga LaporCovid-19 bersama Social Resilience Lab, NTU melakukan studi berbasis survei untuk memetakan persepsi risiko warga DKI Jakarta terhadap Covid-19. Hasilnya, sebagian besar warga belum siap menerapkan tatanan kehidupan atau normal baru (new normal).

Ketidaksiapan itu tecermin dari skor indeks risiko persepsi Jakarta yang hanya 3,3 dari skala 5 atau cenderung rendah. Skornya turun 0,16 dibandingkan temuan awal studi LaporCovid-19.

"Secara keseluruhan, hasil survei menunjukkan sebagian besar warga Jakarta belum siap masuk new normal," kata Sosiolog Bencana sekaligus Associate Professor Nanyang Technological University Singapura Sulfikar Amir saat mengikuti webinar, Minggu (5/7).

Sebanyak 65,2% dari total 154.471 responden merupakan perempuan. Sebagian besar di antaranya ibu rumah tangga, yakni 47,28%. Lalu pekerja swasta 21,6% dan mahasiswa 2,3%.

(Baca: WHO: Hanya Jakarta yang Penuhi Standar Minimum Tes Corona di Jawa)

Dari aspek pendidikan, sebagian besar merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu 58,47%. Selain itu, 85,76% responden tak mengetahui dirinya menderita penyakit apa atau tidak memiliki komorbiditas.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa warga Jakarta memiliki perilaku menjaga diri yang baik. Ini terlihat dari skor variabel Self Protection yang tinggi. Variabel ini mencakup tiga aspek utama, yakni penggunaan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Sebanyak 56% responden menyatakan sering dan 39% selalu mencuci tangan. Lalu 26% menggunakan masker saat keluar rumah, serta 71% menyatakan selalu memakai penutup mulut dan hidung.

Selanjutnya, 38% mengaku sering menjaga jarak saat di luar rumah. Bahkan, 53% menyatakan selalu menjaga jarak fisik dengan orang lain.

(Baca: Tak Efektif Kurangi Kerumunan, Anies Cabut Aturan Ganjil Genap Pasar)

Meski begitu, nilai variabel persepsi risiko warga Jakarta sangat rendah. "Ini mengindikasikan kuatnya kecenderungan warga untuk menganggap remeh wabah Covid-19," kata dia.

Survei menunjukkan, sebagian besar responden percaya bahwa kemungkinan mereka tertular Covid-19 sangat kecil. Secara rinci, 54% menyatakan sangat kecil kemungkinan terjangkit virus corona.

Lalu 50% yakin orang terdekatnya tidak terinfeksi Covid-19. Sedangkan 42% mengaku sangat kecil kemungkinan orang di lingkungan tempat tinggalnya tertular corona.

Persentase itu berkorelasi dengan kondisi ekonomi responden yang sebagian besar merasakan dampak pandemi corona. Sebanyak 33% mengaku corona berdampak besar terhadap penurunan penghasilan. Lalu 26% menyatakan sangat besar dan 17% terdampak besar.

(Baca: Perpanjang PSBB Transisi, Anies Perketat Pengawasan Pasar dan KRL)

Sebagai informasi, survei dilakukan online melalui platform Qualtrics yang disebar melalui WhatsApp kepada warga Jakarta. Metodenya Quota Sampling, berdasarkan variabel penduduk per kelurahan.

Penyebaran survei dilakukan melalui jaringan Palang Merah Indonesia (PMI), Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta, beberapa camat, dan Jaringan komunitas warga.

Studi itu menggunakan tiga metode analisis. Pertama, statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran demografi responden dan informasi dasar terkait variabel studi.

Kedua, analisis Spearman rho untuk mengukur korelasi antar-variabel dan faktor demografi. Terakhir, formulasi pengukuran indeks persepsi risiko untuk mengukur kecenderungan umum dari persepsi risiko responden terhadap situasi pandemi.

Ada enam variabel yang dimasukkan yakni Risk Perception, Self-Protection, Information, Knowledge, Social Capital, dan Economy. (Baca: Anies Belum Izinkan Sekolah Buka Saat Perpanjangan PSBB Transisi )

Reporter: Rizky Alika