Pembatasan Pangan Global Akibat Covid-19 Diramal Mereda Semester II

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/foc.
Petani memanen padi di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Selasa (2/6/2020). Restriksi atau pengetatan ekspor beras dunia diprediksi mereda di semester II.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
25/7/2020, 14.29 WIB

Pandemi corona membuat sejumlah pihak khawatir terhadap krisis pangan. Hal ini dipicu oleh adanya restriksi atau pembatasan ekspor komoditas pangan dari negara produsen, khususnya beras

Namun, beberapa pihak juga menyebutkan kondisi tersebut mulai membaik pada pertengahan tahun ini serta tahun depan.

Pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan pemerintah tidak perlu khawatir terhadap ancaman krisis pangan akibat sejumlah negara menutup keran ekspornya.

Dwi mengatakan, pembatasan impor beras dari Vietnam memang sempat terjadi pada Januari dan Februari lalu. "Tapi setelah Maret-April, Vietnam ekspor lagi," ujar Dwi kepada katadata.co.id, Jumat (25/7). 

Sementara itu, Thailand memang mengalami keterbatasan ekspor beras karena penurunan produksi. Namun Negara Gajah Putih tersebut tidak lagi melakukan pembatasan ekspor. 

Selain itu, India mengalami surplus beras secara nasional. Menurutnya, bila suatu negara mengalami surplus, kelebihan stok tersebut harus segera diekspor untuk mencegah penurunan harga di dalam negeri.

Ia pun memperkirakan, produksi beras pada tahun ini akan sama dengan tahun lalu, yakni mencapai 31,31 juta ton. Proyeksi tersebut berubah dari sebelumnya yang diperkirakan terjadi penurunan produksi sebanyak 4,7% dari tahun lalu akibat musim kemarau.

Perubahan proyeksi itu terjadi seiring dengan kemarau basah pada musim tanam II, seperti ciri-ciri cuaca yang tampak dalam beberapa minggu terakhir ini. 

"Kalau ini dimanfaatkan secara optimal baik oleh petani dan pemerintah maka kekhawahatiran penurunan produksi 4,7% tidak terjadi," ujar dia .

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sebelumnya menyebutkan, kebutuhan beras mampu tercukupi hingga akhir tahun. Untuk memastikan ketersediaan stok beras, Kementerian Pertanian (Kementan) melaksanakan akselarasi tanam.

Ia menjelaskan, pada musim tanam (MT) II pada Juli-Desember 2020 dibutuhkan lahan seluas 5,62 juta hektare (Ha). Untuk kebutuhan lahan dirinya cukup percaya diri, karena berdasarkan data Kementan lahan yang tersedia atau eksisting seluas 7,46 juta Ha.

"Dengan akselarasi tanam, diperkirakan produksi beras sepanjang musim tanam II sekitar 12,5 juta sampai 15 juta ton," kata Mentan, saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (22/6).

Adapun daerah-daerah yang akan menjadi andalan saat musim tanam II antara lain, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Kemudian, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara.

Hingga akhir tahun, Mentan memproyeksikan stok akhir beras sebesar 6,1 juta ton. Proyeksi stok akhir ini didapatkan dari proyeksi total ketersediaan beras tahun ini sebesar 26,2 juta ton dan perkiraan kebutuhan mencapai 20,09 juta ton.

Sementara, stok beras sampai akhir Juni 2020 diperkirakan sebesar 7,49 juta ton, dengan perkiraan kebutuhan beras Januari-Juni 2020 sebesar 15,1 juta ton.

Dikonfirmasi terpisah, BUMN bidang pangan, Perum Bulog juga memastikan stok pangan Indonesia masih terjaga, terutama beras. "Aman sampai akhir tahun," kata Sekretaris Perum Bulog Awaludin Iqbal saat dihubungi Katadata, Rabu (22/7).

Menurutnya, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di seluruh gudang Bulog saat ini mencapai 1,4 juta ton. Bulog pun terus berupaya untuk menyerap gabah/beras petani secara maksimal.

Sepanjang tahun ini, Bulog menargetkan penyerapan gabah/beras dalam negeri sebanyak 1,4 juta ton. Hingga semester I 2020, Bulog telah membeli beras petani sebanyak 700 ribu ton.

Perusahaan pelat merah tersebut berkomitmen akan menjaga stok beras. "Namun, peringatan krisis pangan akan tetap kami perhatikan," ujar dia.

Bulog memperkirakan stok akhir beras pada Desember mencapai 4,7 juta ton. Sedangkan produksi beras pada Agustus diperkirakan mencapai 6,5 juta ton dengan kebutuhan 9,89 juta ton.

Ketahanan Pangan Global 2021

 Dalam artikel terbitan Juni 2020, Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah menyebutkan sektor pertanian-pangan menunjukkan ketahanan dibandingkan sektor lain selama krisis corona. Pada 2021, perdagangan beras diperkirakan semakin meningkat di tengah kontraksi ekonomi.

"Meski Covid-19 memberikan ancaman serius pada ketahanan pangan, analisis kami menunjukkan dari perspektif global, pasar komoditas pertanian lebih tahan terhadap pandemi," demikian tertulis dalam laporan FAO, Juni lalu.

Menurut data FAO, pada 2020-2021, produksi beras diperkirakan mencapai 508,7 juta ton, Angka ini meningkat tipis 1,6% dari 2019-2020 sebesar 500,6 juta ton. Sementara perdagangan beras dunia dipekirakan mencapai 47,6 juta ton, atau naik 6,2% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan demikian, stok akhir beras dunia pada periode tersebut diperkirakan mencapai 182 juta ton, sedikit lebih rendah dibanding perkiraan. Stok tersebut terjadi di daratan Tiongkok dan negara utama pengekspor beras.

Dari segi harga, FAO mengatakan harga beras internasional telah meningkat secara stabil sejak awal 2020. Pada Januari-Mei 2020, indeks harga beras FAO sebesar 237 poin atau meningkat 6,6% dibandingkan tahun lalu periode yang sama.

Sementara itu, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengatakan, produksi beras global pada 2020-2021 diperkirakan 502,6 juta ton basis giling. "Angka tersebut naik 1,5% dari tahun sebelumnya, dan merupakan rekor tertinggi," kata koordinator USDA Nathan W. Childs dalam proyeksinya pada 14 Juli lalu.

Proyeksi peningkatan produksi itu merupakan hasil dari area yang diperluas. Pada 2020-2021, luas panen padi global diproyeksikan 163 juta hektar, naik 1,5% dari tahun sebelumnya.

Ekspansi area panen terbesar diperkirakan terjadi di Australia, Burma, Tiongkok, India, Indonesia, Thailand, dan Amerika Serikat. Adapun, Indonesia diperkirakan akan mengurangi impor beras pada 2021.

Seperti diketahui, Indonesia masih mengimpor sebagian beras dari luar negeri. Menurut Badan pusat Statistik (BPS) sepanjang 2010-2018, torehan impor tertinggi dicapai pada 2018 yakni sebesar 2,2 juta ton.

Namun, jika ditarik lebih jauh yakni pada 1967-2018,  kenaikan impor tertinggi terjadi di 1999 dengan angka mencapai 4,75 juta ton, menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri saat itu, Oke Nurwan dalam sebuah wawancara pada 2019 dikutip dari CNBC. 

Pemerintah melalui Kementan dan Bulog mengklaim tahun ini tidak akan mengimpor beras karena stok dalam negeri dinilai cukup. Adapun detil mengenai impor beras beberapa tahun terakhir, bisa dilihat dalam databoks berikut:

Reporter: Rizky Alika