Penanganan Covid-19 Jabodetabek Diusulkan Satu Komando

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj.
Sejumlah calon penumpang makan di rel kereta saat menunggu kedatangan Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (27/7/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menambah frekuensi perjalanan KRL setiap harinya menjadi 966, dengan penambahan lintas Bogor-Angke dan Manggarai-Tambun agar penumpang dapat menjaga jarak untuk mencegah penularan COVID-19.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
9/9/2020, 17.40 WIB

Saat ini Gubernur memegang peran besar dalam penanganan Covid-19 di daerahnya, termasuk untuk memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Untuk kawasan dengan mobilitas tinggi seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) penanganannya diusulkan untuk disatukan.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM) Sigit Pramono. Ia mengusulkan agar penanganan Covid-19 di Jakarta, Bogor Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) ditangani oleh satu satuan tugas (Satgas) tersendiri.

"DKI tidak bisa ditangani sendiri karena orang mondar-mandir dari Jawa Barat dan Banten ke Jakarta," kata Sigit dalam acara diskusi ‘Jaga Indonesia dengan Masker: Teknologi Masker Baru untuk Melawan Covid-19 yang digelar oleh Katadata X Gerakan Pakai Masker, Rabu (9/9).

Menurutnya, cara penanganan pandemi juga harus diubah dari pendekatan batas wilayah pemerintahan menjadi pendekatan yang fokus pada pergerakan manusia di kawasan tersebut. Sebab, virus corona tidak mengenal batas imajiner yang diciptakan oleh manusia, seperti batas wilayah pemerintahan. "Virus mengikuti pergerakan manusia," ujar dia.

Menurutnya, keberhasilan pengendalian virus corona di Jabodetabek akan tergantung pada pengendalian pergerakan manusia di kawasan tersebut. "Jadi harus lakukan pembenahan dalam tangani pandemi," katanya.

Sedangkan, Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Gugus Tugas yang ada sekarang terbagi di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. "Gugus tugas provinsi dikepalai gubernur dengan anggotanya Kapolda dan Panglima Kodam," kata Wiku.

Selanjutnya, di tingkat kabupaten/kota dikepalai oleh bupati atau walikota dengan anggota Kapolres dan Komandan Distrik Militer (Dandim). Gugus tugas tersebut, menurutnya, telah terstruktur di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. "Jadi sosialisasi terstruktur dari pusat sampai daerah," kata Wiku.

Meski begitu, ia mengatakan sosialisasi harus lebih masif di daerah. Sebab, risiko penularan semakin meningkat seiring berjalannya waktu.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga pernah menyatakan usulan agar penanganan pandemi Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dapat dilakukan secara terpadu. Hal ini perlu dilakukan agar penanganan corona di Jabodetabek semakin tepat dan cepat.

“Pelajarannya, kalau ada pandemi lagi, Jabodetabek itu harus satu manajemen,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil dalam wawancara khusus kepada Katadata.co.id, Jumat (4/9) lalu.

Emil mengatakan, saat ini penanganan pandemi corona di Jabodetabek diurus oleh empat pengambil keputusan. Untuk wilayah Jakarta, pengambilan keputusan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI.

Untuk wilayah Bekasi, Depok, dan Bogor, pengambilan keputusan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Di wilayah Tangerang, pengambilan keputusan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten. “Serta satu lagi adalah pemerintah pusat karena (Jakarta) sebagai pusat Ibu Kota,” kata Emil.

Dengan adanya empat pengambil keputusan, Emil menilai penanganan pandemi corona di Jabodetabek cukup rumit. Risiko penularan Covid-19 di wilayah tersebut akan besar jika pemerintah tak berkoordinasi dengan baik. “Kalau enggak kompak, ya tahu sendiri (akibatnya),” kata dia.

Saat ini misalnya, Ridwan Kamil telah kembali memberlakukan PSBB di Bogor, Depok dan Bekasi. Pengetatan juga kembali dilakukan di Tangerang, namun tidak di Jakarta. Meski, kasus positif Covid-19 di wilayah ini terus bertambah.

Reporter: Rizky Alika