Empat Pekan Zona Merah Covid-19, PSBB Jakarta Terlambat Diberlakukan

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Warga berbelanja di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan. Tak hanya itu, 'keleluasaan' juga diberikan Pemprov DKI Jakarta dengan tetap mengizinkan pasar dan pusat perbelanjaan (mal) tetap buka pada PSBB. Meski demikian, Pemprov DKI ancam menutup seluruh operasional di tempat-tempat yang disebutkan di atas apabila terdapat kasus positif covid-19.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
24/9/2020, 11.00 WIB

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menarik rem darurat pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat mulai Senin, 14 September 2020 lalu setelah kasus Covid-19 menanjak. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai, pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota terlambat.

"Kalau sudah tahu seminggu berzona merah, segera lakukan pengetatan PSBB agar minggu depan menjadi zona oranye," kata Wiku dalam webinar Arah Kebijakan Pemerintah : Keseimbangan Antara Kesehatan Dan Ekonomi, Rabu (23/8).

Wiku mengatakan, saat ditetapkan PSBB, DKI Jakarta sudah menjadi zona merah selama empat pekan berturut-turut. Padahal, lanjut dia, suatu wilayah yang menjadi zona merah selama dua minggu berturut-turut telah menjadi tanda yang bahaya.

Oleh karena itu, penarikan rem darurat perlu dilakukan, seperti menutup aktivitas ekonomi yang mengundang kerumunan serta berkontribusi pada penularan kasus. Wiku menilai, tidak harus seluruh aktivitas ekonomi ditutup.

"Kalau sudah kelamaan 4-5 minggu, kasus naik, kematian tinggi, ventilator hingga ICU penuh. Itu terlambat," ujar dia.

Ia menyampaikan, seluruh pemerintah daerah harus bisa membaca data dengan baik. Satgas Penanganan Covid-19 pun selalu memberikan petunjuk mengenai daerah yang berzona merah selama tiga pekan berturut-turut.

Wiku juga meminta, para pemerintah daerah berlatih dalam menarik gas dan rem PSBB. Saat kasus virus corona menurun, aktivitas ekonomi boleh dijalankan dengan menerapkan jaga jarak, pakai masker, cuci tangan serta penelusuran, pengetesan, dan perawatan. Bila zona di wilayah tersebut berubah, pengereman aktivitas perlu dilakukan kembali.

Hal tersebut dinilai sebagai adaptasi kebiasaan baru dalam tata kelola pemerintahan serta upaya mengelola kesehatan dan ekonomi. "Para pejabat harus mampu adaptasi karena dia pengendali," katanya.

Ia menambahkan, sebuah bangsa tidak akan bertahan dari pandemi tanpa ada upaya pencegahan. Pada akhirnya, rumah sakit akan mencapai kapasitas penuh bila kasus Covid-19 di suatu wilayah terus meningkat.

Wiku menyebutkan, sebanyak 30% dari pasien di DKI merupakan pasien yang berasal dari wilayah Bodetabek. Hal ini dinilai berpotensi menjadi konflik. "Kenapa tidak dirujuk ke Bodetabek saja? Kenapa masuk DKI?" ujar dia.

Satgas Covid-19 mencatat, sebagian okupansi rumah sakit rujukan di DKI berada di atas 60%. Pada 20 September, total tempat tidur isolasi di Jakarta sebanyak 4.508 kasur, sementara total pasien isolasi sebanyak 3.755 orang. Ini artinya, tingkat keterpakaian tempat tidur isolasi mencapai 83%.

Sementara, jumlah tempat tidur ICU sebanyak 658 kasur dengan total pasien ICU 519 orang. Tingkat keterpakaian tempat tidur ICU mencapai 79%.

Bila dijumlahkan, total tempat tidur isolasi dan ICU sebanyak 5.166 kasur, sementara total pasien isolasi dan ICU 4.274 orang. Artinya, total keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU 83%.

Sebanyak 13 dari 67 (19,4%) RS Rujukan Covid-19 di Jakarta memiliki ruang ICU dan isolasi yang terisi 100%. Kemudian, 47 dari 67 (70,1%) RS Rujukan Covid-19 di Jakarta memiliki ruang ICU dan isolasi yang terisi di atas 60%. Selebihnya, 7 dari 67 (10,4) RS Rujukan Covid-19 di DKI memiliki ruang ICU dan isolasi yang terisi di bawah 60%.

PSBB Jakarta Jilid 2 (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Silang Pendapat Pemerintah Pusat

Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan menginjak rem darurat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu kota. Pendorongnya penularan Covid-19 di Jakarta yang terus  menanjak.

Namun berbeda dengan PSBB pertama yang mengunci pergerakan penduduk, Anies kali ini menyasar pembatasan pada aktivitas perkantoran yang dianggap sebagai biang keladi melonjaknya infeksi corona.

“Yang paling banyak itu kan memang perkantoran, karena itu paling banyak mengatur (aktivitas) di perkantoran." kata Anies, Sabtu (12/9) kepada wartawan.

Langkah Anies ini juga sempat menimbulkan silang pendapat dengan pemerintah pusat. Anies awalnya meminta seluruh kantor di ibu kota melaksanakan lagi work from home (WFH) alias bekerja dari rumah kepada seluruh pegawainya. “Perkantoran yang di gedung tidak diizinkan beroperasi,” katanya.

Namun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berpendapat pembatasan kegiatan kantor bisa diterapkan sebesar 50%. “Pemerintah terus mendorong bahwa sektor-sektor produktif tetap berjalan dan menjaga protokol pencegahan Covid-19," ujar Airlangga saat itu.

Reporter: Rizky Alika