UU Cipta Kerja Mencakup Aturan Investasi dan Usaha di Banyak Sektor

ANTARA FOTO/RAHMAD
Ilustrasi, foto udara hamparan zona Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun di kawasan perbatasan Lhokseumawe dan Aceh Utara, Aceh, Jumat (13/9/2019). Pemerintah bersama DPR mengesahkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang menjanjikan kemudahan investasi dan berusaha.
5/10/2020, 21.01 WIB

Pemerintah dan DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Salah satu poin penting dalam RUU Ciptaker yaitu peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Dalam beleid tersebut, pemerintah menyederhanakan perizinan berusaha berdasarkan risiko. Penilaian risiko diatur berbasiskan tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya terhadap kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, dan/atau risiko volatilitas pelaku usaha.

Dengan penilaian tersebut, tingkat risiko dan peringkat kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, kegiatan usaha berisiko menengah, dan kegiatan usaha berisiko tinggi.  Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah hanya berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.

Sedangkan perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah terdiri dari kegiatan usaha berisiko menengah rendah dan kegiatan usaha berisiko menengah tinggi. Untuk perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah rendah berupa pemberian nomor induk berusaha dan pernyataan sertifikasi standar.

Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah tinggi berupa nomor induk berusaha dan pemenuhan sertifikat standar. Sertifikat standar diperoleh dengan cara pelaku usaha memberikan pernyataan telah memenuhi standar sebelum melakukan kegiatan usahanya. Sertifikat standar diterbitkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar oleh pelaku usaha sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk.

Untuk perizinan berusaha dengan risiko tinggi akan diberikan nomor induk berusaha dan izin dari Pemerintah Pusat yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. Jika kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan standardisasi produk, pelaku usaha dipersyaratkan memiliki sertifikasi standar yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan hasil verifikasi sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk.

Adapun pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan intensitas pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Tata cara pengawasan bakal diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Beleid tersebut juga mengatur mengenai penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dan pengadaan tanah serta pemanfaatan lahan. Salah satunya mewajibkan Pemerintah Daerah menyusun dan menyediakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam bentuk digital dan sesuai standar. 

Pemerintah Pusat pun wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital ke dalam sistem perizinan berusaha secara elektronik. Dengan begitu, pelaku usaha bisa mendapatkan informasi mengenai rencana lokasi kegiatan usahanya yang sesuai dengan RDTR.

Jika sudah sesuai RDTR, pelaku usaha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui Perizinan Berusaha secara elektronik. Caranya  dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pelaku usaha mengajukan permohonan perizinan berusaha. Pemerintah Pusat akan memberikan persetujuan sesuai dengan rencana tata ruang, yang terdiri dari rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN), rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian ketidaksesuaian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Adapun pelestarian lingkungan pada rencana tata ruang wilayah ditetapkan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap pulau, DAS, provinsi, kabupaten/kota, berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Selain itu, RUU Ciptaker mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).  

Salah satunya mengatur mengenai dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal.

Pemerintah juga memiliki kewenangan merubah peruntukan  dan  fungsi  kawasan  hutan dengan mempertimbangkan hasil penelitian terpadu. Selain itu, pemerintah pusat juga bisa memberikan perizinan pemanfaatan hutan lindung yang dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Dalam hal Kawasan Ekonomi Khusus, Pemerintah memberikan kemudahan dan keringanan di bidang Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan keimigrasian bagi orang asing, serta diberikan fasilitas keamanan. Selain itu, Pemerintah Pusat diberikan ruang untuk memberikan fasilitas dan kemudahan lainnya bagi pelaku usaha di Kawasan Ekonomi Khusus.