Ahli Epidemiologi Ingatkan Pemerintah Hati-hati Vaksinasi Covid-19

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.
Petugas medis mencatat data warga saat proses simulasi ujicoba vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (4/10/2020). Vaksinasi harus memenuhi empat kriteria agar aman digunakan oleh masyarakat.
22/10/2020, 11.56 WIB

Pemerintah terus berupaya mengakhir pandemi corona. Salah satunya dengan mengadakan vaksinasi.

Sejauh ini, pemerintah memiliki tiga jalur pengadaan vaksin virus corona. Pertama, pengembangan vaksin Covid-19 di dalam negeri. PT Bio Farma bersama Sinovac dari Tiongkok bekerja sama mengembangkan vaksin yang diberi nama Merah Putih.

Kedua, pemerintah menggandeng lembaga internasional yaitu CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapat akses vaksin dalam kerangka kerja sama multilateral. Skema itu melibatkan WHO dan Unicef, mulai dari tahap pengembangan, distribusi, dan pelaksanaan vaksinasi.

Ketiga, pasokan vaksin dari komitmen empat perusahaan, yaitu Astrazeneca, Simovac, Cansino, dan Sinopharm. Pemerintah pun memproyeksi pasokan vaksin tahap pertama dari beberapa perusahaan tersebut bakal tiba di Indonesia pada bulan depan.

Namun, Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan pemerintah untuk hati-hati menggunakan vaksin virus corona. Menurut dia, vaksin tidak seharusnya digunakan dalam kondisi darurat.

Pemerintah, lanjut dia, harus mempertimbahkan secara ilmiah efektivitas dan keamanan vaksin. Vaksin juga harus sudah memenuhi kriteria yang dipesyaratkan sehingga aman digunakan masyarakat.

"Ketika vaksin yang diberikan ternyata menimbulkan efek samping, biarpun cuma hanya satu orang dan itu di Indonesia, dampaknya akan ke seluruh dunia. Karena itu masuk program vaksinasi global. Jadi harus dipikirkan baik-baik,"ujar Dicky kepada Katadata.co.id pada Selasa (20/10).

Lebih lanjut, dia mengatakan ada empat kriteria yang harus dipenuhi sebelum vaksinasi. Pertama, vaksin tidak menyebabkan kesakitan atau kematian.

Kedua, hasil uji ilmiah hingga tahap ketiga berjalan dengan terkendali dan relatif memberikan bukti bahwa adanya efek perlindungan yang diberikan dari vaksin. "Ini yang belum ada bukti ilmiahnya sampai sekarang. Biarpun vaksin Covid-19 sudah digunakan sebagai emergency use di Tiongkok sejak Juli 2020, tapi belum ada bukti ilmiahnya," kata Dicky.

Ketiga, aspek manfaat yang lebih besar dari vaksin dibandingkan efek samping yang timbul. Keempat, tidak tersedia strategi atau opsi lain untuk meredam wabah selain vaksinasi.

Sedangkan, menurut Dicky, pandemi corona bisa diredam dengan memaksimalkan 3M dan 3T. Gerakan 3M untuk masyarakat yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak serta menghindari kerumunan. Sedangkan 3T untuk pemerintah yaitu tracing, testing, dan treatment.

"Kita belum optimal menjalankan 3M dan 3T," kata dia.

Selain itu, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa kasus baru dan kematian akibat Covid-19 di Indonesia mulai menurun. Hal itu berarti, tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk memilih kebijakan vaksinasi.

Menurut Dicky, kebijakan vaksinasi yang terburu-buru justru berisiko bagi masyarakat. Dia pun menyarankan pemerintah untuk lebih optimal meningkatkan pelaksanaan 3M dan 3T.

"Vaksin itu opsi jangka panjang, strategi jangka panjang, yang dilakukan untuk melengkapi 3M dan 3T," kata dia.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan