Kolaborasi Bottom Up Guna Memacu Produktivitas Hortikultura

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Dini Hariyanti - Tim Riset dan Publikasi
30/11/2020, 16.21 WIB

Pandemi Covid-19 memukul banyak sektor, pertanian salah sedikit yang mampu bertahan. Guna meningkatkan kinerjanya ke depan, sejumlah pihak berkolaborasi secara bottom up menghadirkan proyek uji coba kemitraan inclusive closed loop cabai di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Oktober 2020.

Sembari tetap mengedepankan protokol kesehatan, dilangsungkan penandatanganan nota kesepahaman pengembangan pilot project tersebut. MoU diinisiasi Kementerian Perekonomian, Kadin Indonesia, dan IPB University.

Terdapat beberapa pihak lain yang terlibat yaitu Kementerian Pertanian, Pemkab Garut, Universitas Padjadjaran, PT Pupuk Kujang, PT KAI, PT Paskomnas, PT 8Villages, PT Ewindo, PT Indofood, dan PT Mercy Corp Indonesia.

Rizal Fahreza selaku koordinator para petani menuturkan, perjalanan sejak awal hingga momen pengesahan MoU terbilang panjang. Pilot project ini layak diapresiasi karena menjadi pembuktian semangat kolaborasi multipihak dengan pendekatan bottom up, alias dari bawah ke atas.

“MoU ini tidak tiba-tiba terealisasi langsung penanaman, melainkan berproses. Alhamdulillah, karena komitmen berbagai pihak, akhirnya tetap bisa berjalan,” kata Rizal kepada Katadata.co.id, Jumat (27/11/2020).

Model kemitraan inclusive closed loop diterapkan untuk mendongkrak kinerja bisnis hortikultura melalui sinergi multipihak. Proyek uji coba perdana yang dipilih adalah komoditas cabai di Kawasan Agrowisata Eptilu seluas 3 hektar milik Rizal.

Komoditas tersebut dipilih dengan mempertimbangkan besarnya tantangan peningkatan produktivitas dan fluktuasi harga yang terjadi, baik di pasar maupun pada tingkat petani. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas dan harga cabai menjadi salah satu target yang dibidik.

Rizal menjelaskan, Kadin Indonesia berperan penting sebagai penghubung di antara petani dengan pengusaha dan pemerintah. Dengan demikian, ego sektoral belasan pemangku kepentingan yang ada dapat dijembatani sehingga bisa saling kolaborasi.

“Tidak mudah menyatukan visi 16 pihak ini, karena biasanya masing-masing memiliki ego sektoral. Tapi ternyata di dalam closed loop ini, semua bersemangat gotong royong. Program ini tidak hanya fokus kepada produktivitas tetapi juga regenerasi petani,” ucap petani milenial lulusan IPB itu.

Ketua Komtap Kadin Bidang Hortikultura Karen Tambayong menegaskan, model inclusive closed loop tidak hanya melibatkan akademisi, pengusaha, dan pemerintah tetapi juga masyarakat, dalam hal ini petani itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatannya murni secara bottom up.

“Dari bawah ke atas, dan sekarang pelaksanaannya di bawah Kemenko Perekonomian. Ini berawal dari cerita sukses pertanian yang di Bandung Barat. Yang membuat sukses karena ada kerja sama. Sementara yang di Garut bahkan melibatkan petani milenial,” kata Karen.

Produktivitas dan Regenerasi

Saat ini, ada sepuluh petani muda berusia 21 – 32 tahun yang dipilih untuk ambil bagian di dalam pengembangan closed loop cabai Garut. Mereka didampingi sejak tahap penanaman bibit, panen, pascapanen, hingga distribusi.

Model kemitraan inclusive closed loop diharapkan sukses meningkatkan produktivitas pertanian cabai antara 20 persen sampai 60 persen. Rata-rata hasil per hektar lahan sekarang 8 – 10 ton maka akan didorong mencapai 12 – 14 ton per hektar.

“Kami harapkan meningkat produktivitasnya dengan pendampingan sejumlah ahli mulai dari benih juga pemupukan. Ini tidaklah muda. Dan sebagai koordinator, saya perlu memastikan semua team player bergerak seirama dengan baik, itu tantangan bagi saya,” imbuh Rizal.

 Mengutip Garutkab.go.id, Bupati Garut Rudy Gunawan menekankan dukungannya terhadap program closed loop pertanian cabai ini. Pemkab berharap model kemitraan ini sukses meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. 

“Saya siap menerima program-program di Kabupaten Garut demi kepentingan kesejahteraan masyarakat, terutama para petani yang akan menopang laju perekonomian,” ujar Rudy.

Skema inclusive closed loop memberikan kesempatan bagi para petani mulai dari akses terhadap bibit unggul dan pupuk, pelatihan praktik pertanian yang baik sekaligus ramah lingkungan (good agriculture practice), akses pendanaan, pendidikan, literasi keuangan, penggunaan teknologi tepat guna, hingga jaminan penyerapan hasil produksi oleh perusahaan pendamping (off-taker) yang berlangsung di bawah naungan koperasi.

Inclusive closed loop membuka peluang berbagai pihak untuk bekerja sama guna mengoptimalkan potensi yang ada, sehingga dapat memecahkan beragam tantangan di sektor pertanian. Keberadaan para aktor di sepanjang rantai nilai pertanian dari hulu sampai hilir tidak dipandang sebagai kompetisi melainkan sinergi.