Pemerintah memperpanjang penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa Bali selama dua pekan hingga 8 Februari 2021. Pelaku usaha menyambut kebijakan ini lantaran pemerintah memperpanjang jam operasional pusat perbelanjaan atau mal hingga pukul 20.00.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APBI) Alphonzus Widjaja mengatakan bahwa pelonggaran jam operasional mal dapat menggairahkan bisnis karena bakal terjadi peningkatan jumlah pengunjung. Walaupun pendapatan mal dan restoran tidak akan meningkat signifikan.
"Jika mal maupun restoran diizinkan beroperasi sampai 20.00 WIB, diharapkan pusat perbelanjaan mendapat peak hour kunjungan, meski tidak tinggi," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (22/1).
Meski akan mendapat pelonggaran, Alphonzus meminta agar pemerintah bisa mengecualikan mal dari pembatasan. Sebab, pengelola mal telah berkomitmen dalam melaksanakan protokol kesehatan. Terbukti, pusat perbelanjaan tidak menjadi kluster penyebaran virus corona.
Oleh karena itu dia meminta pemerintah mengizinkan restoran beroperasi hingga pukul 21.00. Sehingga kapasitas pengunjung bisa ditingkatkan setidaknya hingga 50%, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
"PPKM diperpanjang pun, faktanya jumlah kasus positif terus meningkat. Bahkan, beberapa kali telah mencatat rekor tertinggi. Mal merupakan salah satu fasilitas masyarakat yang aman dan sehat untuk dikunjungi," kata dia.
Jumlah kunjungan ke mal pada bulan Desember 2020 dapat dilihat pada databoks berikut:
Dihubungi terpisah, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga menyambut baik kebijakan ini. Meskipun dengan pelonggaran ini jumlah pengunjung maupun pendapatan restoran belum akan pulih.
“Memang ada kesempatan untuk menambah pendapatan. Selama kapasitasnya dibatasi 25%, tentu tidak berpengaruh banyak. Ini jauh dari harapan kami,” ujar Wakil Ketua PHRI Emil Arifin.
Dia menilai, pembatasan pengunjung restoran pun dinilai bisa mempengaruhi pendapatan usaha. Pasalnya, saat ini masyarakat work from home (WFH), sehingga pengunjung restoran semakin sepi dan hanya mengharapkan kedatangan pengunjung pada malam hari.
Oleh karena itu dia menilai pembatasan pengunjung tidak perlu dilakukan, karena akan menekan bisnis. Terlebih, restoran merupakan sektor yang terpukul selama pandemi. Terbukti, tahun lalu restoran yang tutup mencapai sekitar 1.300 restoran.
“Tahun lalu, PHRI memprediksi kerugian dari sektor usaha restoran di Jakarta mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Bahkan, restoran yang tutup permanen akibat pandemi cukup banyak,” ujarnya.
Kendati masih mengalami tekanan, Arifin meyakini tahun ini bisnis restoran punya peluang untuk berkembang. Namun, prediksi ini perlu didukung oleh keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Di samping itu, keputusan pemerintah yang konsisten cenderung dibutuhkan dalam menggairahkan bisnis restoran. “Dalam menertibkan masyarakat pun, pemerintah kurang efektif. Akibatnya, masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan tidak ditertibkan,” kata dia.
Dalam upaya 3T, testing, tracing dan treatment, pun pemerintah tidak menerapkannya dengan baik. Sehingga, ini menyebabkan kekeliruan dalam memerangi Covid-19. “Pemerintah harus seimbang antara menanggulangi penyakit dengan memelihara pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin menyatakan, pembatasan jam operasional restoran menjadi terbatas. Ia memberi contoh, saat normal, restoran memikiki dua sif dengan jumlah karyawan 56 orang.
Namun sejak Covid-19 melanda, sif malam cenderung ditiadakan. Sehingga, jumlah karyawan dipangkas dan hanya tersisa 28 orang. Sementara itu, jumlah karyawan harus dibatasi, sehingga karyawan yang bekerja di sif siang hanya 12 orang.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan (APPBI) Ellen Hidayat menambahkan, okupansi pengunjung di pusat perbelanjaan hanya 30% - 32%. Jumlah ini turun 8% dari okupansi sebelum pandemi yang mencapai 40%. Di samping itu, 15% tenant tidak memperpanjang sewa, sehingga berdampak pada pendapatan pusat perbelanjaan.