Industri Miras Terbuka Untuk Investasi, Arak dan Tuak Bali Kini Legal

ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Ilustrasi minuman keras.
Penulis: Happy Fajrian
22/2/2021, 20.55 WIB

Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi keluarnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Pasalnya, dalam aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja tersebut, industri minuman keras atau beralkohol tidak lagi tertutup untuk investasi.

Bali merupakan salah satu daerah yang memproduksi minuman beralkohol tradisional, yakni arak, brem dan tuak. Selain Bali, beberapa provinsi lainnya yang juga memiliki minuman beralkohol tradisional seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

“Atas nama pemerintah dan krama (masyarakat) Bali, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021,” katanya di Denpasar, Senin (22/2).

Perpres tersebut menyebutkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt, terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua, dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.

Pasal 14 Perpres tersebut juga menyebutkan bahwa pada saat aturan ini berlaku, Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Perpres No.44/2016 mengatur industri minuman keras beralkohol, mengandung anggur, dan mengandung malt sebagai usaha yang tertutup untuk penanaman modal.

Sebelumnya, Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal menetapkan bahwa industri minuman beralkohol merupakan bidang usaha tertutup.

Perpres tersebut merupakan penjabaran Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 12 ini dengan menetapkan minuman beralkohol sebagai bidang usaha tertutup penanaman modal.

Sehingga, terbitnya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 memperkuat Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali

Menurut Koster, terbukanya bidang usaha ini, juga merupakan respons atas permohonan fasilitasi revisi untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan di Bali terkait Perpres No.39/2014 yang diajukan oleh pihaknya pada 24 April 2019.

"Terhadap permohonan itu, Menteri Perindustrian melalui Dirjen Industri Agro merespons untuk memfasilitasi revisi Perpres No.39/2014 dan sambil menunggu perubahan Perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali," kata Koster.

Adapun Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali yang berlaku sejak 29 Januari 2020 mengatur penguatan dan pemberdayaan perajin bahan baku minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali.

"Standardisasi produksi untuk menjamin keamanan dan legalitas, serta kesejahteraan krama Bali," kata Koster.

Indonesia sebelumnya memiliki 515 bidang usaha dalam daftar negatif investasi (DNI). Rinciannya, 20 bidang usaha tertutup dan 495 bidang usaha terbuka dengan persyaratan. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Simak databoks berikut:

Reporter: Antara