BKPM: Nikel Jadi Peluang Emas RI Usai Masa Jaya Kayu dan Batu Bara

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Bahlil mengatakan nikel menjadi kesempatan emas kejayaan industri RI usai sejumlah komoditas seperti kayu dan batu bara.
25/3/2021, 17.59 WIB

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menganggap nikel akan menjadi komoditas yang akan mendatangkan kesempatan besar bagi perindustrian Indonesia.

Ia beralasan hilirisasi nikel akan menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi mobil listrik dunia. Apalagi komoditas pertambangan tersebut diperlukan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.

"Satu kesempatan emas kita adalah tinggal nikel," kata Bahlil dalam webinar Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021, Kamis (25/3).

Bukan tanpa sebab Bahlil mengatakan hal tersebut. Ia menceritakan di masa lalu, RI memiliki kesempatan besar menjadi pemain utama sejumlah komoditas, mulai dari kayu, emas, hingga batu bara. Meski demikian, Indonesia kerap tak mendapatkan banyak keuntungan ketika kesempatan tersebut berakhir. “Kita tidak mampu memanfaatkannya,” kata Bahlil.

Sementara, cadangan bijih nikel terbesar dunia berada di Indonesia, yaitu sebanyak 23,7%. Indonesia pun memiliki komoditas lain untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik, yaitu mangan dan kobalt.

Sebagai informasi, baterai lithium untuk jenis NCA (Nickel-Cobal-Aluminium) terdiri dari 80% nikel, 15% kobalt, dan 5% aluminium. Sementara, komponen baterai lithium jenis NMC811 (Nickel-Mangan-Cobalt) meliputi 80% nikel, 10% mangan, dan 10% kobalt.

Olahan Nikel (PT Antam TBK)

Berdasarkan biaya, komponen mobil listrik terdiri dari 35% baterai, 15% motor listrik, dan 50% komponen lainnya. Maka pemerntah menganggap komoditas ini menjadi potensi bagi Indonesia.

Terlebih, hampir seluruh dunia akan beralih dari penggunaan kendaraan fosil menjadi kendaraan listrik. Eropa menargetkan sebanyak 60% kendaraan akan menggunakan listrik pada 2030.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong industri baterai mobil listrik di Indonesia. Saat ini, sudah ada sejumlah industri yang berencana menanamkan dananya di Tanah Air.

Salah satunya, LG yang berminat investasi industri baterai terintegrasi senilai US$ 9,8 miliar. Kemudian, perusahana Tiongkok yakni Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) bakal membangun industri baterai terintegrasi senilai US$ 5,2 miliar.

Selanjutnya, ada BASF yang berminat membangun industri prekursor dan katoda serta Tesla yang membangun industri baterai untuk penyimpanan energi. Indonesia pun diperkirakan bakal menjadi negara pengekspor komoditas bernilai tambah tinggi.

Investasi yang bakal masuk itu didukung oleh regulasi Undang-Undang Cipta Kerja. "Dengan UU Cipta Kerja, semua perizinan berbasis elektronik itu bermuara ke OSS (Online Single Submission), itu terkontrol semua," ujar Bahlil.

Sedangkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani berharap sumber daya alam seperti nikel bisa menciptakan industri dengan jumlah lapangan kerja tinggi. Ini lantaran penanaman modal di Indonesia didominasi kegiatan padat modal dan bukan padat karya.

Rosan menyampaikan, pada 2016, setiap investasi Rp 1 triliun mampu menyerap setidaknya 2.200 tenaga kerja. Namun tiga tahun kemudian hanya 1.300 pekerja terserap dengan nilai investasi yang sama. “Oleh sebab itu hilirisasi dilakukan dan manfaatnya tidak hanya nilai tapi kepada sumber daya manusia,” kata Rosan.  

Reporter: Rizky Alika