Mahfud MD: Banyak yang Takut RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa RUU perampasan aset tindak pidana dan RUU pembatasan uang kartal telah masuk ke dalam antrian prolegnas 2021-2024.
Penulis: Happy Fajrian
2/4/2021, 19.48 WIB

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah akan kembali mendorong pembahasan rancangan undang-undang (RUU) perampasan aset tindak pidana dan RUU pembatasan uang kartal.

“Sudah kami diskusikan dengan Presiden, Menkumham, Kepala PPATK. Akan segera di follow up tidak lama lagi. Selain RUU perampasan aset kami juga akan mengajukan RUU pembatasan uang kartal,” kata Mahfud seperti dikutip dari video yang disiarkan di kanal YouTube PPATK, Jumat (2/4).

Menurut Mahfud dua RUU ini telah masuk ke dalam prolegnas walau masuk ke dalam daftar antrian yang panjang. Meski demikian dia optimistis dua RUU ini dapat diprioritaskan agar bisa dibahas lebih cepat.

Dua RUU ini sangat penting. Pasalnya, Mahfud mengaku mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa banyak tindak pidana yang telah terbukti, namun asetnya tidak disita oleh negara melainkan dikembalikan.

Mahfud mencontohkan, pada kasus penyelundupan narkoba, hanya tindak pidananya saja yang dihukum, sementara rekening bank yang terkait dengan tindak pidana tersebut dikembalikan. Padahal dana rekening tersebut terkait dengan tindak pidana yang telah terbukti secara sah.

Sementara itu RUU pembatasan uang kartal, lanjutnya, bertujuan untuk mencegah penyelewengan uang negara, sekaligus mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Dengan UU ini, transaksi di atas Rp 100 juta tidak boleh dilakukan secara tunai, melainkan harus melalui perantaraan bank. Sehingga asal usul uang tersebut dapat dilacak termasuk penggunaannya.

Dia menebutkan bahwa dua RUU ini sempat masuk di DPR dalam prolegnas namun tidak sampai dibahas. “Memang ada masalah yang agak mengkhawatirkan, dalam artian banyak orang yang takut,” ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, orang-orang yang takut ini ada yang dari kalangan pejabat dan juga politikus yang banyak melakukan transaksi keuangan secara tunai. Sehingga kalau mereka harus melakukan transaksi keuangan melalui bank, akan ketahuan sumber aliran dananya.

“Misalkan saya, Mahfud MD, gajinya sekian, tidak punya perusahaan, tapi kok bisa belanja sampai Rp 250 juta. Kalau lewat bank akan ketahuan, jangan-jangan pencucian uang,” kata dia.

Dia juga menceritakan bahwa di Papua ada dana dari pemerintah pusat yang dicairkan sekaligus sebesar puluhan miliar dari bank. Kemudian dana tersebut tidak jelas dibelanjakan untuk apa lantaran tidak melalui bank.

Menurut dia ada satu modus yang sering dipakai, yakni alasan berjudi. “Pejabat-pejabat pergi ke Singapura mengakunya di sana berjudi, padahal tidak. Uang itu ditukarkan dengan dolar Singapura, lalu dibawa pulang, ngakunya uang menang judi, padahal itu uang negara. Banyak modusnya,” katanya.

Mahfud juga berkata bahwa dia banyak menerima laporan pengiriman uang yang dibawa dalam bentuk tunai dari luar negeri. Namun tidak ada tindak lanjutnya karena memang aturannya belum ada.

Sementara untuk menghadapi pihak-pihak yang takut RUU ini akan menjadi kenyataan dan berpotensi menghalang-halangi pembahasannya, dia menyebutkan strateginya bisa seperti saat pemerintah menjalankan tax amnesty beberapa waktu lalu.

“Seperti tax amnesty, kalau UU ini sudah berlaku, semua orang di Indonesia boleh menitipkan uangnya di bank dan tidak akan ditanya asal-usulnya. Tapi sesudah itu belanja harus mengikuti aturan, melalui bank. Ini ide saya, supaya orang tidak takut,” kata dia.