Moeldoko: Urus TMII, Yayasan Keluarga Soeharto Rugi Rp 50 M per Tahun
Pihak Istana Kepresidenan menjelaskan mengapa Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pengambilalihan TMII dilakukan karena yayasan milik keluarga mantan Presiden Soeharto tersebut mengalami kerugian.
Untuk itu, pemerintah akan melakukan pendampingan dan perbaikan pada tata kelola TMII. Selanjutnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 19 tahun 2021 tentang TMII yang mencabut Keputusan Presiden No. 51 tahun 1977.
"Selama ini pemerintah melihat adanya kerugian dari waktu ke waktu yang dialami Yayasan Harapan Kita. Nilainya mencapai Rp 40 miliar hingga Rp 50 miliar per tahun," kata Moeldoko seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat (9/4).
Tak hanya itu, Moeldoko pun berterima kasih kepada Soeharto dan istrinya yakni Siti Hartinah (Tien Soeharto) dalam membangun TMII. Ini lantaran keberadaan Taman Mini sebagai miniatur bangsa Indonesia dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air.
“Pemerintah berterima kasih kepada Pak Soeharto dan ibu Tien Soeharto atas ide pendirian TMII yang telah menjangkau masa depan. Bahkan sampai saat ini TMII masih bisa dinikmati anak-anak kita,” kata Moeldoko.
Selama ini, Yayasan Harapan Kita tidak pernah menyetor pendapatan ke kas negara. Padahal, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 menyatakan bahwa TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia.
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Tomo Setya Utama memastikan pihaknya sudah berkomunikasi dengan keluarga mantan Presiden Soeharto selaku pemilik Yayasan Harapan Kita. Untuk itu, pengambilalihan dilakukan untuk optimalisasi aset, meningkatkan kontribusi pada negara, dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selanjutnya, pemerintah akan menyerahkan pengelolaan TMII kepada Badan Usaha Milik Negara bidang pariwisata. "Jadi dikelola oleh orang yang profesional, lembaga yang profesional dan harapannya akan jauh lebih baik dan memberikan kontribusi kepada keuangan negara," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di kantornya, Jakarta, Kamis (8/4).
Berbarengan dengan aset TMII yang kembali jatuh ke tangan pemerintah, lima anak Presiden Soeharto digugat oleh perusahaan asal Singapura Mitora Pte. Ltd. Mitora menggugat kelima anak Soeharto membayar tanggung renteng Rp 584 miliar.
Mitora mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatandengan nomor perkara 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL pada Senin, 8 Maret 2021. Perusahaan ini menggugat Siti Hardianti Hastuti Rukmana, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, Sigit Harjojudanto, dan Siti Hutami Endang Adiningsih. Gugatan juga ditujukan kepada Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.
Dalam petitum gugatannya, Mitora menyebutkan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Untuk itu, Mitora meminta Pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakan pada sebidang tanah dan bangunan beserta dengan isinya.
Untuk itu, Mitora meminta Pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakan pada sebidang tanah dan bangunan beserta dengan isinya. Sitaan tersebut antara lain sebidang tanah seluas +/- 20 Ha dan bangunan beserta seluruh isi Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu yang beralamat di Jl. Taman Mini No.1, Jakarta Timur. Kemudian, sebidang tanah dan bangunan beserta seluruh isinya yang berada di Jl. Yusuf Adiwinata No. 14, Menteng, Jakarta Pusat.