Bupati Nganjuk Jadi Tersangka, KPK Serahkan Penyidikan ke Bareskrim

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/pras.
Seorang pria melintas di depan ruangan yang disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Nganjuk, Jawa Timur, Senin (10/5/2021).Bareskrim menetapkan Bupati Nganjuk sebagai tersangka.
10/5/2021, 18.44 WIB

Bupati Nganjuk Jawa Timur Novi Rahman Hidayat ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi jual beli jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten. Penetapan tersangka itu dilakukan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri setelah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memeriksa saksi dan gelar perkara.

Selain itu, penyidikan akan dilanjutkan oleh Bareskrim Polri. KPK dalam hal ini akan memberikan dukungan informasi hingga data. "Telah ditetapkan tersangka NRH (Novi Rahman Hidayat) Bupati Nganjuk diduga sebagai penerima hadiah atau janji," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigjen Djoko Poerwanto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (10/5).

Selain itu, sejumlah camat juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terdiri dari Camat Pace Dupriono yang diduga sebagai pemberi hadiah atau janji, Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro Edie Srijato yang diduga sebagai pemberi hadiah atau janji, dan Camat Berbek Haryanto yang diduga sebagai pemberi hadiah atau janji.

Kemudian, Camat Loceret Bambang Subagio, Mantan Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo, dan ajudan Bupati Nganjuk M. Izza Muhtadin yang diduga menjadi perantara penyerahan uang dari para camat kepada Bupati Nganjuk.

Para tersangka itu disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor dengan jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman penjara paling singkat 1 tahun hingga seumur hidup.

Adapun, barang bukti yang sudah diperoleh meliputi uang tunai sebesar Rp 647,9 juta dari brankas pribadi Bupati Nganjuk, 8 telepon genggam, dan 1 buku tabungan Bank Jatim a.n Tri Basuki Widodo.

Djoko mengatakan, modus yang dilakukan ialah para camat memberikan sejumlah uang kepada Novi melalui ajudan bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka dan pengisian jabatan tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk. Selanjutnya, ajudan Bupati Nganjuk menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Nganjuk.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menjelaskan alasan penanganan kasus ini oleh Bareskrim demi efektivitas penyelesaian perkara. Sebelumnya unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.

Dari hasil koordinasi, ternyata baik komisi antirasuah maupun kepolisian telah menerima aduan yang sama dari masyarakat terkait kasus tersebut. “Untuk efektivitas dan percepatan, mala penyelesaian perkara akan dilanjutkan Bareskrim,” kata Lili dalam jumpa pers, Senin (10/5) dikutip dari Antara.

Baik KPK maupun Polri juga menyepakati empat hal terkait penanganan kasus ini. Pertama, kerja sama menindaklanjuti laporan masyarakat terkait pengumpulan bahan. Kedua, KPK akan mendukung informasi dan data kepada tim Bareskrim terkait kasus tersebut.

Ketiga, kegiatan di lapangan akan dilakukan bersama tim dari KPK dan Bareskrim. Keempat, penyelesaian penanganan perkara dilakukan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri,” kata Lili.

Lili lalu menjelaskan bahwa penyelidikan kasus di Nganjuk telah dilakukan KPK bersama Bareskrim sejak April 2021. Tim Gabungan KPK-Polri lalu mendapatkan informasi akan ada penerimaan uang untuk proses pengisian jabatan perangkat desa dan camat.

Aparat lalu menangkap empat orang camat dengan barang bukti uang. Setelah aparat mengumpulkan keterangan, penerimaan uang tersebut dilakukan atas arahan Novi.   “Selanjutnya tim mengamankan Bupati Nganjuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Lili.

Reporter: Rizky Alika, Antara