Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menyatakan pemerintah optimis dapat meningkatkan laju vaksinasi hingga satu juta dosis per hari setelah menerima 8 juta dosis bahan baku vaksin Covid-19 dari pabrikannya di Sinovac, China pada Senin lalu.
“Kita dapat mempercepat program vaksinasi dan mengejar kekebalan kelompok,” ujar Nadia, sebagaimana dikutip dari rilis media pada Selasa.
Kedatangan vaksin tahap ke 14 ini menjadikan jumlah total vaksin yang didapatkan melalui berbagai kerjasama bilateral dan multilateral ini menjadi 91.9 juta dosis.
Nadia menambahkan bahwa dengan bertambahnya jumlah vaksin, maka pemerintah dapat memperluas sasaran vaksinasi terutama pada kelompok rentan dan usia pralansia 50 tahun ke atas.
Lansia dan usia pralansia, menurutnya, juga memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya sehingga perlu segera diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi.
Ia menyatakan bahwa sepanjang Mei pemerintah sudah menerima 3 kali kedatangan vaksin, baik dalam bentuk bahan baku maupun vaksin yang sudah jadi, dua kali dari Sinovac dan sekali dari AstraZeneca.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir, yang mewakili pemerintah menerima secara langsung kedatangan vaksin di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang Selatan, menyatakan bahwa dengan tambahan 8 juta bahan baku vaksin ini, maka pemerintah saat ini mempunyai 81.5 juta bahan baku vaksin.
Dari jumlah total bahan baku tersebut, Erick meneruskan, maka PT Bio Farma, BUMN yang diberi tanggung jawab memproduksi vaksin, akan dapat memproduksi 75,9 juta dosis vaksin.
Pemerintah hingga Minggu (30/5) sudah memberikan 26,9 juta dosis vaksin untuk tahap satu dan dua.
“Vaksinasi membantu kita mencegah penularan dan kematian akibat Covid-19. Di sisi ekonomi vaksinasi juga akan mempercepat pemulihan ekonomi,” ujar Erick.
Ia menambahkan bahwa berbagai upaya yang telah dan akan dilakukan telah secara jelas memperlihatkan konsistensi pemerintah dalam upayanya menanggulangi Covid-19 dengan juga memperhatikan sisi perbaikan ekonomi masyarakat.
“Dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, kita memiliki laju vaksinasinya yang lebih tinggi,” ujarnya.
Akan tetapi, lanjutnya, jika dibandingkan dengan vaksinasi dengan negara besar lainnya seperti Cina dan Amerika Serikat, cakupan vaksinasi Indonesia masih jauh di bawah negara-negara tersebut.
Berdasarkan laporan Bloomberg, sebagaimana dikutip oleh Kompas.com, Amerika Serikat dan China bertengger di posisi satu dan dua dari daftar negara yang terbanyak melakukan vaksinasi. Laporan yang dibuat pada Maret menunjukkan Amerika telah memvaksinasi 75,2 juta dosis vaksin kepada warganya sementara China menyusul dengan 40,5 juta dosis.
Erick mengingatkan meskipun laju vaksinasi Indonesia cukup cepat dibanding negara lainnya di ASEAN, tidak ada alasan untuk berpuas diri.
“Meskipun vaksinasi adalah game changer, tapi tanpa didukung pelaksanaan secara disiplin protokol kesehatan oleh masyarakat, tujuan mencapai kekebalan kelompok ini tidak bisa berlanjut,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dukungan dari masyarakat sangat penting artinya, yaitu dengan menerapkan disiplin protokol kesehatan 3M: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita juga berharap dengan makin luasnya cakupan vaksinasi, secara ekonomi Indonesia bisa tumbuh lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu tumbuh 4-5 persen hingga akhir 2021,” ujarnya lagi.
Disaat bersamaan, lanjut Erick, kementerian BUMN juga terus bekerja keras untuk dapat memproduksi vaksin buatan dalam negeri, yakni vaksin Merah Putih. Ia menambahkan bahwa saat ini, lima universitas dan dua lembaga penelitian sedang bekerja keras untuk itu.
“Indonesia ingin memproduksi vaksin sendiri agar tidak selamanya bergantung pada vaksin import,” tutup Erick
Ia lalu menambahkan bahwa hasil penelitian vaksin buatan dalam negeri tersebut dapat dillihat pada akhir tahun ini atau tahun depan.