Pengembangan vaksin merah putih tengah memasuki uji pre-klinik fase kedua. Uji klinik kepada manusia diharapkan bisa dimulai secepatnya agar vaksin tersebut bisa diproduksi secara masal sesuai target yakni kuartal IV tahun depan.
"Saat ini sedang berlangsung uji pre-klinik fase kedua pada hewan uji Macaca. Pelaksanaan uji klinik pada manusia juga akan dimulai pada waktu dekat,"kata Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian perindustrian (Kemenperin) Muhammad Khayam pada Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Rabu (15/9).
Direktur Utama PT Biotis Pharmaceutical Indonesia, FX Sudirman mengakui ada banyak tantangan dalam pengembangan vaksin termasuk komitmen, sarana dan prasarana, serta biaya yang besar. Namun, dia meyakini vaksin akan diproduksi sesuai target yang ditetapkan.
Biotis bersama Universitas Airlangga merupakan salah satu pengembang vaksin merah putih. Biotics memiliki kemampuan untuk memproduksi vaksin merah putih sebanyak 240 juta dosis dalam bentuk jadi dan 1 miliar dosis dalam bentuk bulk dalam setahun.
"Dalam kondisi normal (pengembangan vaksin) 4-5 tahun bahkan sampai 10 tahun tapi ini bisa kurang dari 1 tahun. Mudah-mudahan bisa memproduksi vaksin dengan harga yang affordable, kurang dari US$5 dollar (Rp 71.500) sehingga makin banyak masyaakat yang bisa ditanggung ole pemerintah,"tuturnya, di DPR.
Pengembangan vaksin merah putih sudah dimulai sejak Maret 2020 melalui serangkaian proses dari riset, pengembangan bibit vaksin, uji pre-klinik, uji klinik, hingga nanti pada saatnya bisa diproduksi secara masal.
Berikut roadmap pengembangan vaksin merah putih:
--Upscalling Prototype
Di mulai pada Maret 2020 dengan melakukan identifikasi antigen, pembuatan bibit virus, peneltian vaksin, kemudian dibuat prototypenya. Pada kuartal I tahun 2021 dilakukan serah terima prototype kepada perusahaan farmasi nasional di antaranya Bio farma dan Biotis serta PT Biotis Pharmaceutical Indonesia.
---Uji pre-klinik fase 1
Dilakukan pada kuartal III tahun 2021 dengan menguji coba pada hewan uji transgenic mice seperti mencit.
"Kami sudah menyesuaikan reseptor yang sama persis dengan manusia sehingga apa yang akan terjadi pada mencit itu juga akan terjadi sama dengan manusia,"kata FX Sudirman.
Tahapan ini sudah Selesai
--Uji pre-klinik fase II
Sedang berjalan dan diharapkan akhir September bisa selesai. Uji coba dilakukan pada Macaca, sejenis kera.
Setelah melalui uji pre-klinis, pengembangan dilanjutkan dengan uji klinik akan dilakukan pada kuartal III-IV 2021 atau awal 2022 yang meliputi tiga tahap. Selama tahap uji klinik tahap I-III, vaksin ini juga akan diajukan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan Persetujuan Penggunaan Darurat (EUA).
-Uji klinik tahap I
Diharapkan mulai pada Januari 2022 dan akan dilakukan pada 100 orang
-Uji klinik tahap II
Dilakukan pada 400 orang
Pada April 2022 diharapkan sudah bisa diperoleh intern report trial tahap II sehingga mulai bisa didaftarkan ke BPOM.
-Uji klinik tahap III
Dilakukan pada 3.000 orang
-Registrasi
Dilakukan pada kuartal III dan IV 2022
-Skala produksi
Kuartal IV tahun 2022
Bila produksi tidak mengalami kendala maka pengembangan vaksin akan memasuki tahap upscaling untuk pilot production sebelum nantinya memasuki produksi massal.
"Paling lambat bulan Juli vaksin sudah bisa dipakai masyarakat," tutur FX Sudirman.
Sementara itu, Khayam menjelaskan vaksin merah putih menggunakan isolat virus Indonesia dan proses pembuatan vaksinnya di Indonesia sehingga akan lebih efektif dan cocok untuk orang Indonesia.
Ada beberapa lembaga yang mengembangkan vaksin merah putih selain Biotics, di antaranya adalah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman serta beberapa universitas lainnya.
LBM Eijkman mengembangkan vaksin dengan platform Subunit protein rekombinan dengan Sistem Ekskresi Ragi dan Inactivated Virus. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan vaksin dengan Rekombinan Protein Fusi Whole Genome Sequencing Virus Sars-CoV-2.
Universitas Indonesia mengembangkan vaksin dengan vaksin DNA, mRNA, dan Virus Like Particles. Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan Vector adenovirus. Sementara itu, Universitas Airlangga menggunakan Adenovirus, Adeno Associated Virus Based, dan Inactivated Virus dan Universitas Gadjah Mada dengan Protein Rekombinan.
"Mana yang lebih dulu nanti yang kita fasilitasi. Pemerintah juga mendorong mana yang terbaik. Prinsipnya ada keefektifan dan kecepatan,"tutur Khayam.