IHSG Berpotensi Tertekan Dibayangi Krisis Raksasa Properti Evergrande
Indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan kembali bergerak turun pada perdagangan Rabu (22/9). Padahal dalam dua hari belakangan, indeks telah melemah 1,19% menjadi 6.060.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan mengatakan pergerakan IHSG hari ini akan diwarnai kekhawatiran investor terhadap gagal bayar perusahaan properti asal Tiongkok, Evergrande.
"Pergerakan pasar saham masih dibayangi kekhawatiran akibat rencana tapering Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed serta kekhawatiran dari kasus Evergrande yang mengalami gagal bayar," kata Dennies dalam riset tertulisnya.
Berdasarkan analisisnya, area resistance pertama dan kedua hari ini akan berada di level 6.113 dan 6.086. Sedangkan area support pertama dan kedua pergerakan IHSG akan ada di level antara 6.014 dan 5.969.
Support merupakan area harga saham tertentu yang diyakini sebagai titik terendah pada satu waktu. Ketika menyentuh support, harga biasanya akan kembali ke atas karena peningkatan pembelian. Namun jika tembus, harga akan terus turun untuk menemukan titik support baru.
Sebaliknya, resistance adalah tingkat harga saham tertentu yang dinilai sebagai titik tertinggi. Setelah saham menyentuh level ini, biasanya akan ada aksi jual cukup besar sehingga laju kenaikan terhambat.
Berdasarkan analisisnya, Dennies merekomendasikan saham Wijaya Karya (WIKA) dan Perusahaan Gas Negara (PGAS) untuk beli. Pasalnya, indikator teknikal saham emiten tersebut menunjukkan sinyal beli dengan sentimen positif.
Sementara ia menyarankan tahan saham Kalbe Farma (KLBF) dan Erajaya Swasembada (ERAA) lantaran Indikator teknikal dan sentimen dua korporas tersebut sama-sama netral.
CEO Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya juga memprediksiIHSG pada hari ini berpotensi melemah. Hasil analisisnya secara teknikal menghasilkan proyeksi pergerakan indeks di level 5.969 dan 6.202.
Menurutnya, pola gerak IHSG hingga saat ini masih sangat dipengaruhi oleh sisi perlambatan perekonomian yang masih terus menggelayuti sektor riil. "Sehingga kinerja emiten disinyalir belum akan dapat membaik dengan cepat," kata William dalam riset tertulisnya.
Ia mengatakan, penyebab pelemahan juga karena minimnya sentimen serta belum adanya dana masuk ke pasar modal secara signifikan. Sejumlah saham yang menurutnya layak menjadi perhatian pelaku pasar seperti Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), Jasa Marga (JSMR), AKR Corporindo (AKRA), XL Axiata (EXCL), dan Surya Citra Media (SCMA).
Sedangkan analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memprediksi IHSG berpotensi menguat hari ini. sebaliknya. Berdasarkan analisisnya, indeks saham mampu menembus level 6.138 untuk masuk ke skenario tren penguatan dengan target di 6.194.
Ivan mengatakan, level support IHSG hari ini berada di level 5.972, 5.938, dan 5.893. Sementara level resistance indeks bisa berada di rentang di 6.096, 6.138, dan 6.169.
Dia menjelaskan gagal bayar perusahaan Evergrande memang bisa berdampak negatif pada pasar saham RI. Namun, faktor eksternal tersebut diimbangi oleh situasi perekonomian di dalam negeri yang kondusif.
"Hal ini merupakan faktor eksternal, sementara dari dalam negeri situasi masih cukup kondusif dan diharapkan tidak memberi dampak besar terhadap pasar saham kita," kata Ivan.
Adapun sejumlah rekomendasi saham yang dapat menjadi pertimbangan investor, antara lain Adaro Energy (ADRO), Bank Negara Indonesia (BBNI), Gudang Garam (GGRM), Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan Bukit Asam (PTBA).
Seperti diketahui, Perusahaan raksasa bidang properti Hong Kong, China Evergrande diperkirakan mengalami gagal bayar pada pembayaran bunga pekan ini. Dikutip dari The Straits Times, perusahaan di ambang kehancuran karena tumpukan utang lebih dari US$ 300 miliar atau setara Rp 2.437 triliun (Asumsi kurs: Rp 14.246/US$).
Pemerintah Negeri Panda akan mengambil tindakan untuk mencegah krisis semakin membesar. Hasil analisis Citigroup Inc, beberapa bank besar seperti Ping An Bank, China Minsheng Banking Corp, hingga China Everright Bank Co mungkin akan menjadi korban risiko kredit dari raksasai properti tersebut.
"Pembuat kebijakan akan mencegah risiko sistematis dan mengulur waktu untuk menyelesaikan risiko utang dan mendorong pelonggaran kredit secara keseluruhan,” tulis analis Citibank Judy Zhang, dikutip dari , Selasa (21/9).