Satgas BLBI Panggil Suyanto Gondokusumo Jumat, Tagih Utang Rp 904 M

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Menko Polhukam Mahfud MD (kedua kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban menyampaikan konferensi pers seusai pelantikan satgas tersebut di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/6/2021). Tim Satgas BLBI resmi dilantik dan akan melakukan penagihan kepada seluruh pihak yang terlibat yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp110,454 triliun.
22/9/2021, 09.16 WIB

Satuan Tugas (Satgas) Penagihan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memanggil pemilik Bank Dharmala Suyanto Gondokusumo untuk melunasi utangnya Rp 904 miliar kepada negara. Pemanggilan ini setelah sebelumnya Satgas telah memanggil 22 obligor atau debitur lainnya sejak akhir agustus 2021.

Pemanggilan Suyanto sebagaimana dimuat dalam pengumuman koran yang rilis Selasa (22/9). Dalam surat pemanggilan tersebut, Suyanto diminta untuk menghadap Ketua Pokja dan Litigasi Tim A Satgas BLBI pada Jumat (24/9) di Gedung Syafrudin Prawiranegara Lantai 4 Utara, Kementerian Keuangan RI, Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4 , Jakarta Pusat.

Suyanto dipanggil untuk menyelesaikan utangnya kepada negara sebesar Rp 904,47 miliar dalam rangka Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Bank Dharmala. "Dalam hal saudara tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," tulis Satgas dalam surat pemanggilan tersebut.

Berdasarkan surat pemanggilan tersebut, Suyanto diketahui tidak hanya memiliki kediaman di dalam negeri, namun juga di Clifton Vale Singapura. Sementara surat itu dialamatkan ke alamat yang berada di Kebayoran lama, Jakarta Selatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (21/9) mengumumkan pihaknya telah memanggil 22 nama obligor atau debitur BLBI. Namun ia mengatakan beberapa obligor masih mangkir dari panggilan Satgas.

Sri lalu membeberkan lima karakter dari para obligor atau debitur setelah menerima surat pemanggilan dari Satgas BLBI. Pertama, para pengemplang yang datang dan mengakui utangnya, kemudian berinisiatif menyusun proposal pelunasan utang.

Kedua, para pengutang yang datang dan mengakui utangnya, namun Satgas menolak rencana pelunasan utang yang diajukan karena dinilai tidak realistis. Ketiga, obligor dan debitur yang hadir tetapi membantah kalau dirinya atau pihaknya terlibat sebagai penerima dana BLBI.

Keempat, pengemplang yang tidak hadir tetapi menyampaikan komitmen dan surat kepada Satgas BLBI untuk melunasi utangnya. Kelima, obligor atau debitur yang tidak hadir dan tidak memberikan kabar apapun.

"Dalam hal ini tim akan terus melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan landasan hukum yang ada untuk mengembalikan hak tagih negara," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Progres Pelaksanaan Tugas Satgas BLBI, Selasa (21/9).

Sri Mulyani mengatakan salah satu obligor atau debitur yang hartanya sudah berhasil dikejar yakni konglomerat Kaharudin Ongko. Ia diketahui memiliki tagihan dana BLBI sebesar Rp 8,2 triliun melalui Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Arya Panduarta.

Pada Senin (20/9) Satgas BLBI menyita harta Kaharudin Ongko senilai Rp 110 miliar. Dana ini tersimpan di salah satu bank swasta nasional dalam bentuk escrow account dalam nominal rupiah Rp 664,9 juta dan dalam bentuk dolar AS sebesar US$ 7,6 juta atau setara Rp 109,5 miliar.

Penyitaan dilakukan lantaran Ongko lambat dalam melakukan pembayaran utang. Meski baru sebagian kecil dari total utang, Satgas masih akan mengejar aset milik Ongko lainnya, termasuk berbagai aset tetap dan bergerak yang sudah dijaminkan.

Reporter: Abdul Azis Said