BPK Susun 4 Skenario Pasca Covid: Pengangguran Meluas, Sembako Mahal

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/hp.
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2019 dari Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/7/2020). BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019.
21/10/2021, 16.41 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memetakan empat skenario yang mungkin terjadi di Indonesia pasca Covid-19. Salah satu skenario yang berpotensi terjadi ialah pengangguran meluas dan harga sembako melonjak.

Salah satu skenario tersebut dinamakan 'Kandas Telantar Surutnya Pantai', yaitu respons pemerintah kurang efektif namun pandemi mereda. Skenario ini bisa terjadi pada periode 2021-2026.

"Walau pandemi mereda, dampak berkepanjangan membuat pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan publik yang memadai," kata Kepala BPK Agung Firman Sampurna dalam Grand Launching Buku Pendapat (Stategic Foresight) BPK, Kamis (21/10).

 Buku foresight ini telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Penyusunan ini juga membat BPK menjadi Supreme Audit Institution kedua di Asia setelah Korea Selatan.

Mengutip dari buku Foresight BPK, pemerintah diperkirakan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan harga sembako. Hal ini terjadi karena buruknya
koordinasi di antara kementerian dan lembaga terkait pangan serta harga beras mengalami gejolak karena masalah pasokan.

Pada skenario tersebut, reformasi kesehatan pada pemerataan alat kesehatan, obat-obatan, hingga fasilitas kesehatan tidak berjalan efektif. Tingkat rata-rata kesehatan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah memburuk karena turunnya kualitas layanan kesehatan.

Kemudian, pengangguran di desa diperkirakan meluas, angka putus sekolah di jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan atas meningkat tajam, serta kriminalitas dan kenakalan di kalangan remaja meningkat.

Skenario berikutnya bernama 'Tercerai Berai Terhempas Lautan' yakni respons pemerintah kurang efektif dan pandemi memburuk. Kemudian, vaksinasi yang diselenggarakan besar-besaran oleh pemerintah dan swasta tidak mampu imbangi keganasan dan persebaran virus corona.

Sementara, angka kematian Covid-19 di semua usia meningkat tajam hingga mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selanjutnya, banyak rumah sakit di kota menengah dan kecil tutup karena tidak tersedia obat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Kemudian, berkurangnya dukungan finansial dan layanan dasar yang dicakup skema Jaminan Kesehatan Nasional. Kesinambungan fiskal juga tidak terjaga pada 2026 sehingga rasio utang melonjak. "Rasio utang melewati batas yang diperkenankan Undang-Undang," ujar dia,

Pada skenario selanjutnya, respons pemerintah lebih efektif dan pandemi memburuk sehingga dinamakan 'Mengarung di Tengah Badai'. Dalam skenario itu, pemerintah melakukan reformasi besar-besaran untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional.

Hal ini berpengaruh pada cakupan layanan kesehatan, besaran iuran, dan kriteria pembebasan iuran warga. Reformasi juga terjadi dalam program jaring pengamanan sosial.

Selanjutnya, pandemi yang memburuk akan mendorong pemerintah untuk tetap menerapkan extraordinary policy dan pembatasan sosial di seluruh daerah. Dalam skenario ini pemerintah melakukan banyak terobosan baru, di antaranya zero base budgeting dan reformasi perpajakan.

"Walau meningkat, utang pemerintah dapat dijaga untuk keberlanjutan fiskal jangka panjang," ujar dia.

Skenario terakhir, 'Berlayar Menaklukkan Samudra'. Pada skenario ini, respons pemerintah terhadap kondisi kritis lebih efektif, diikuti meredanya pandemi Covid-19. "Ini the best scenario," ujar Agung.

Keberhasilan Indonesia dalam tangani pandemi menjadi acuan negara-negara berkembang lainnya. Kemudian, pertumbuhan ekonomi nasional meningkat dan melampaui tingkat pertumbuhan pra-pandemi. Dengan demikian, terjadi perbaikan harga dan permintaan komoditas primer di pasar internasional.

Selanjutnya, laju penerimaan negara lebih besar dari penarikan utang sehingga kesinambungan fiskal di 2026 terjaga. Sementara, kualitas belanja pemerintah membaik dan pemanfaatan utang digunakan untuk kegiatan produktif yang tepat sasaran.