Tips dan Trik Menghitung Laba Usaha

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/foc.
Ilustrasi petugas menghitung laba usaha
Editor: Safrezi
4/11/2021, 11.57 WIB

Menjadi seorang wiraswasta bukanlah hal yang sulit. Di era modern saat ini akses mendapatkan supplier semakin mudah, sarana periklanan banyak, dan selera pasar yang semakin meluas. Namun, tidak banyak wirausaha baru yang tahu cara menghitung laba usaha dengan benar, sehingga mengakibatkan defisit daripada mendapatkan untung.

Rumus tersebut dapat Anda pahami bagi para wirausahawan baru sehingga belum memahami alur pencatatan arus kas atau cash flow. Meski demikian Anda tidak ingin berlarut-larut dalam resiko defisit yang bisa membahayakan usaha Anda. Penting sekali untuk mempelajari cara menghitung laba usaha.

Laba dan Faktor yang Mempengaruhinya

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, laba berarti selisih lebih antara harga penjualan yang lebih besar dan harga pembelian atau biaya produksi; keuntungan (yang diperoleh dengan menjual barang lebih tinggi daripada pembeliannya, membungakan uang, dan sebagainya).

Laba bukanlah semua uang yang masuk ke kas perusahaan dari hasil berjualan. Anda masih harus mengakumulasikan dengan macam-macam biaya pengeluaran yang Anda gunakan untuk menciptakan barang/jasa yang Anda jual.

Mengenal Tiga Jenis Laba

Definisi laba terbagi atas tiga antara lain:

  • Laba kotor atau keuntungan pertama
  • Laba bersih atau keuntungan asli Anda
  • Laba bersih yang sudah dikurangi pajak

Tentu cara untuk menghitung ketiga laba tersebut berbeda-beda, dipengaruhi oleh pendapatan dan beban. Tentu Anda sudah mengerti apa itu pendapatan, yakni total penghasilan yang Anda dapatkan dari hasil wirausaha.

Cara menghitungnya sangat sederhana, hanya perlu mengalikan jumlah barang yang laku terjual dengan harga barang tersebut. Misalnya, Anda menjual 500 buah buku tulis seharga Rp10.000 per buku. Buku tulis yang laku sebanyak 350 buah. Maka, pendapatan Anda sebesar Rp3.500.000.

Ini baru pendapatan usaha, belum laba! Untuk mendapatkan laba, Anda harus mengurangi total pendapatan tersebut dengan beban usaha.

Banyak orang tidak mengetahui apa itu beban usaha, bahkan tidak memahami dasar-dasar mengenai beban usaha sama sekali. Inilah salah satu kesalahan fatal yang membuat manajemen pembukuan cash flow menjadi tidak rapi.

Sebagai wirausahawan baru, ada dua jenis beban biaya yang harus Anda kenali, yakni biaya tetap dan biaya overhead:

Biaya tetap atau biaya produksi yang tidak akan berubah dan sifatnya konstan. Contohnya adalah gaji karyawan, biaya sewa gedung, dan lain sebagainya yang tidak dipengaruhi seberapa banyak barang yang Anda produksi.

Misalnya, dengan usaha menjual buku tulis, Anda harus menggaji seorang karyawan toko sebesar Rp600.000 perbulan dan membayar sewa toko sebesar Rp150.000 perbulan. Biaya ini konstan dan akan terus terjadi.

Biaya overhead biasanya disebut biaya darurat atau biaya yang berubah-ubah. Biaya ini tidak terjadi konstan setiap bulan, hanya ketika dibutuhkan dan dipengaruhi jumlah barang yang Anda produksi.

Misalnya seperti biaya tenaga kerja tambahan, biaya perbaikan mesin produksi, biaya iklan dan lain sebagainya.

Contohnya, setelah berjualan selama beberapa tahun toko Anda menjadi sepi pembeli. Maka pada saat itu, Anda harus membayar sewa pamflet untuk sebulan saja seharga Rp1.000.000.

Pengeluaran ini tidak terjadi setiap bulan atau bersifat accidental dan dipengaruhi oleh jumlah produksi (misalnya, karena semakin sepi toko Anda, semakin lama Anda memasang iklan pamflet).

Rumus Laba Kotor 

Ini adalah rumus yang paling sederhana berikutnya. Karena hanya melibatkan pendapatan usaha dan biaya produksi tetap.

Laba kotor bisa dihitung dengan selisih dari pendapatan Anda dengan beban biaya produksi tetap atau biaya yang dikeluarkan setiap bulan secara konstan. Lebih jelasnya seperti pada berikut ini:

Laba kotor = pendapatan – biaya produksi tetap

= (Rp3.500.000) – (Rp750.000)
= Rp2.750.000

Maka laba kotor dari hasil usaha Anda adalah Rp 2.750.000. Terlihat banyak bukan? Hal itu disebabkan karena ini hanyalah laba kotor, yang belum dikurangi lagi dengan biaya overhead atau pengeluaran yang tak tentu.

Cara Menghitung Laba Bersih

Setelah memegang laba kotor di tangan, selanjutnya Anda harus mengingat kembali mengenai biaya overhead yang terjadi pada bulan itu. Pada contoh di atas adalah pembayaran sewa pamflet untuk mengiklankan barang jualan Anda, dan biaya bahan bakar transportasi yang harus dikeluarkan. Beginilah cara Anda menghitung laba bersih:

Laba bersih = pendapatan – biaya produksi tetap – biaya overhead

= (Rp 3.500.000,-) – (Rp 750.000,-) – (Rp 1.150.000,-)
= Rp 1.600.000,-

Itulah jumlah laba bersih Anda atau keuntungan bulanan dari hasil wirausaha Anda. Apakah Anda sudah bisa berpuas diri? Tentu dipengaruhi dengan perhitungan terakhir, yakni perhitungan laba bersih tanpa pajak.

Bila Anda adalah wirausahawan kecil-kecilan yang masih berjuang merintis usaha, mungkin Anda belum terikat pajak yang bisa memotong penghasilan Anda. Namun, jika usaha Anda mulai terkenal, maka Anda harus menyiapkan untuk memotong penghasilan Anda dengan biaya pajak.

Supaya lebih mudah memahami sistem ini, saya akan memberikan satu buah contoh usaha dan cara menghitung laba usaha tersebut.

Kita akan menggunakan contoh usaha kue, yakni kue donat. Contoh cara menghitung keuntungan usaha kue ada di bawah ini.

Bayangkan Anda membuka usaha kue, misalnya seperti kue donat. Anda sudah memasuki bulan ketiga usaha dan selalu memproduksi donat di rumah sendiri dengan alat-alat ya ng sudah cukup mumpuni sehingga tidak perlu menyewa alat masak donat atau dapur kecil.

Namun untuk menjaga kualitas donat Anda yang semakin laris, Anda menyewa warung untuk menjajakan donat Anda sebesar Rp200.000 perbulan.