KPK Ciduk Pegawai Pajak, Kemenkeu Usut Potensi Penggelapan Uang Negara

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.
Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sulselbartra) Wawan Ridwan (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
11/11/2021, 18.32 WIB

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membenarkan adanya penangkapan terhadap dua mantan pegawainya berinisial WR dan AS yang diciduk Komisi Pemberatan Korupsi (KPK) atas kasus suap perpajakan.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian Keuangan membentuk tim untuk mengusut adanya potensi penerimaan negara yang belum disetorkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka Kementerian Keuangan membentuk tim khusus untuk mengusut potensi penggelapan uang negara.

"Tim pemeriksa ini melibatkan fungsional pemeriksa pajak, fungsional penilai pajak, unsur kepatuhan internal dan Insepketorat Jenderal Kementerian Keuangan. KPK juga memberikan informasi yang diperlukan dalam proses pemeriksaan ini," kata Neil dalam keterangan resminya, Kamis (11/11).

 Sementara terkait status kepegawaiannya, Neil mengatakan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang Disipling Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka kedua tersangka telah dibebastugaskan dari jabatannya.

Proses kepegawaian selanjutnya menunggu keputusan hukum atas kasus tersebut.

WR dan AS diketahui menjabat sebagai pegawai di Tim Pemerika Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.

Bedanya, WR menjabat sebagai Supervisor sedangkan AS sebagai ketua tim.

"DJP sangat prihatin. Hal ini seharusnya tidak terjadi karena setiap pegawai telah dibekali dengan kode etik, kode perilaku, dan budaya organisasi yang tidak menolerir tindakan tersebut," kata Neil dalam keterangan resminya, Kamis (11/11).

Neil mengatakan pihaknya akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan bekerja sama dengan berbagai pihak.

Ini termasuk dengan Aparat Penegak Hukum (APH) maupun masyarakat. Sedangkan menyangkut kasus WR dan AS, DJP akan menghormati proses hukum yang berjalan.

WR ditangkap di Sulawesi pada Rabu (10/11). Neil juga mengatakan penangkapan kepada WR dan AS sebenarnya bukan kasus baru.

Penangkapan merupakan kelanjutan dari proses hukum atas dua tersangkan sebelumnya Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.

Sementara WR sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 4 November lalu.

 Sebelumnya, Angin Prayitno Aji dan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak 2016-2019 Dadan Ramdani didakwa menerima suap senilai Rp 15 miliar dan 4 juta dolar Singapura (sekitar Rp42,17 miliar).

Uang suap itu didapatkan dari tiga wajib pajak dengan maksud merekayasa hasil penghitungan pajak.

Angin dan anak buahnya bersekongkol dengan perwakilan dari PT GMP untuk merekayasa nilai pajak. Atas jasanya, Angin meminta Rp 15 miliar dari perusahaan tersebut.

Dalam kasus Bank Panin, Angin dan timnya menemukan kurang bayar perusahaan tersebut mencapai Rp 926,6 miliar.

Namun, perusahaan menegosiasikan agar DJP menurunkan kewajiban pajak tersebut hingga Rp 300 miliar saja.

Angin lantas menyetujuinya dan mendapatkan 500.000 dolar Singapura atas jasanya tersebut.

Modus serupa juga dijalankan Angin dalam kasus PT Jhonlin Baratama. Seharusnya, kurang pajak perusahaan ini Rp 63,66 miliar tetapi disepakati hanya Rp 10,69 miliar saja.

Angin dan timnya menerima 3,5 juta dolar Singapura dari konsultan pajak Agus Susetyo yang ditunjuk oleh PT Jhonlin Baratama.

Reporter: Abdul Azis Said