Jagad maya kembali diramaikan dengan beredarnya gambar kemasan vaksin produksi Sinovac bertuliskan “Only for Clinical Trial” atau “Hanya untuk uji klinis” di bagian depannya. Foto tersebut pertama diunggah oleh akun Twitter atas nama Muhammad Rafattarsya/@cebonginsaf3 pada 24 Oktober lalu.
Foto ini kemudian digunakan untuk menyampaikan argumen menghentikan paksa vaksin. Alhasil, tanda pagar alias tagar “#StopPaksaVaksin” digunakan pada Tweet yang sama.
Keamanan vaksin Covid-19 sering dipertanyakan masyarakat. Informasi yang beredar ini kerap kekurangan konteks dan menyebabkan kebingungan publik.
Apalagi, saat ini arus informasi membanjiri dunia maya. Banyak pihak memanfaatkan hal tersebut untuk mendorong naratif tertentu yang belum tentu benar.
Kominfo menemukan pada Maret 2020 terdapat 86 isu disinformasi terkait Covid-19 di awal pandemi, yaitu 2019 hingga bulan Maret 2020. Angka tersebut lebih tinggi dibanding hoaks yang beredar, yang berjumlah 61 isu pada periode yang sama. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memeriksa informasi yang beredar di media sosial maupun media digital lainnya.
Penelusuran Fakta
Dilansir dari pusat informasi Covid19.go.id, foto yang digunakan tersebut dapat ditelusuri ke beberapa artikel, di antaranya artikel opini The Washington Post pada 5 Agustus 2020. Hasil penelusuran Turnbackhoax.id menemukan bahwa foto tersebut berasal dari jurnalis foto Associated Press asal Brazil Eraldo Peres. Foto ini merupakan momen di mana vaksin percobaan diperlihatkan pada pihak media sebelum diberikan pada sukarelawan uji klinis.
Keterangan untuk foto tersebut berbunyi: “Dr Gustavo Romero, dari University Hospital of Brasilia’s Nucleus of Tropical Medicine, mempresentasikan kepada pers vaksin eksperimental Sinovac Biotech China untuk virus corona baru sebelum diberikan kepada sukarelawan di Brasilia, Brasil, pada hari Rabu.
Oleh karena itu, foto vaksin yang beredar berasal dari tahap uji coba vaksin Sinovac yang sedang dicoba di Brazil dan Indonesia pada September 2020. Hal tersebut untuk mengevaluasi efektivitas vaksin dan keamanannya. Ini tahapan untuk menerima persetujuan penggunaan massal, menurut artikel CBC berjudul "Sinovac says its coronavirus vaccine candidate appears safe for elderly in early trials”.
Foto tersebut juga ditemukan dan digunakan dalam artikel opini dalam The Washington Post oleh Stephen M. Hahn berjudul “FDA commissioner: No matter what, only a safe, effective vaccine will get out approval”.
Turnbackhoax.id juga menulis bahwa vaksin tersebut diberikan pada puluhan ribu orang, 90 % darinya merupakan karyawan Sinovac sendiri beserta keluarganya. Uji klinis dilakukan pada setiap vaksin sebelum dapat diizinkan oleh otoritas kesehatan yang berwenang untuk penggunaan pada masyarakat.
Mengutip Reuters, isu uji klinis yang diklaim tidak dilakukan sempat naik pada Februari 2021. Dalam artikel yang sama, Reuters mengonfirmasi bahwa terdapat uji klinis untuk vaksin Covid-19 yang dilakukan dan disetujui pemerintah.
Sebanyak 45.000 peserta mengikuti uji klinis vaksin Pfizer, sebagai contoh. Periode April dan November 2020, vaksin milik AstraZeneca dilakukan dengan 23.848 peserta dari Inggris, Brasil dan Afrika Selatan.
Kesimpulan
Kekhawatiran masyarakat akan kemasan vaksin Covid-19 bertuliskan hanya uji klinis dikonfirmasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi alias Kominfo sebagai disinformasi. Pernyataan tersebut dilansir dari laman resminya pada Selasa (9/11) yang menyatakan bahwa foto kemasan vaksin uji klinik Sinovac yang digunakan untuk ujaran “#StopPaksaVaksin” sebagai disinformasi.
Menurut Turnbackhoax.id , unggahan foto tersebut juga dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan. Begitu pula yang tertulis pada laman Covid19.go.id yang menegaskan unggahan akun Twitter Muhammad Rafattarsya (@cebonginsaf3) dikategorikan sebagai Konten yang menyesatkan.
Penyumbang bahan: Amartya Kejora (Magang)
Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.