Pemerintah akan menerapkan zero kendaraan Over Dimention Over Load (ODOL) pada tahun 2023. Namun, pemerintah diminta tidak hanya melarang kendaraan ODOL semata tetapi juga menyelesaikan inti dari maraknya kendaraan ODOL, yakni mahalnya biaya angkut.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengatakan pengemudi truk kerap dijadikan tersangka utama dalam kecelakaan yang melibatkan ODOL.
Padahal, menurutnya, kesalahan pengemudi truk adalah akibat panjang dari akar masalah truk ODOL yakni keinginan untuk menekan tarif angkut barang.
Pemilik barang tidak mau keuntungan selama ini berkurang padahal biaya produksi dan lainnya meningkat.
Di sisi lain, pemilik armada truk (pengusaha angkutan barang) juga tidak mau berkurang keuntungannya. Hal yang sama, pengemudi truk tidak mau berkurang pendapatannya.
"Kelebihan muatan dengan menggunakan kendaraan berdimensi lebih (dilakukan) untuk menutupi biaya tidak terduga yang dibebani ke pengemudi truk," tutur Djoko, kepada Katadata, Selasa (22/2).
Djoko mengatakan pengemudi truk memang dibekali sejumlah uang untuk menanggung beban selama perjalanan tetapi tidak setara dengan beban mereka.
Uang tersebut di antaranya dipakai untuk tarif tol, pungutan liar yang dilakukan petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, dan urusan ban pecah.
Besarnya beban dan risiko membuat profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang sehingga semakin sulit mendapatkan pengemudi truk yang berkualitas.
Kendaraam ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelangaran lalu lintas versi Korlantas Polri.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencatat banyak dari kecelakaan mematikan di jalan tol disebabkan kendaraan ODOL, temasuk karena kesalahan pengemudi.
Pada September 2020, di kilometer 91, terjadi kecelakaan melibatkan melibatkan 20 kendaraan termasuk dua truk. Kecelakaan menewaskan delapan orang.
Hasil investigasi KNKT pada kecelakaan September 2020 di tol Cipularang menyebutkan sejumlah penyebab kecelakaan, Di antaranya adalah kondisi ODOL pada salah satu truk serta minimnya pengalaman salah satu sopir truk, yakni di bawah enam bulan.
Djoko mengatakan untuk menekan biaya angkut, seluruh pihak harus bekerja sama, termasuk BUMN di sektor logistik. Termasuk didalamnya adalah PT Jasa Marga, PT Pelni, hingga PT ASDP.
"Sekarang ini, semua perusahaan BUMN diwajibkan raih keuntungan sebesar-besarnya. Jika tidak memberikan keuntungan tinggi, jajaran direksinya bisa dicopot," tuturnya.
Menurutnya, BUMN bisa membantu menekan biaya angkut dengan tidak ditarget mencari keuntungan sebesar-besarnya.
"Misalnya, untuk tarif kendaraan barang masuk jalan tol, tarif kapal penyeberangan, tarif menggunakan KA, tarif menggunakan kapal laut tidak perlu naik terus setiap tahun," ujar DJoko.
Pemerintah juga bisa menekan biaya logistik dengan penetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Hal tersebut akan membuat pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan (overload) dengan kendaraan berdimensi lebih (over dimension).
"Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya," tuturnya.