Ambisi Putin Kembalikan Kejayaan Soviet di Balik Serangan ke Ukraina

ANTARA FOTO/REUTERS/Sergei Karpukhin/cfo/17
Presiden Rusia Vladimir Putin
Penulis: Yuliawati
25/2/2022, 18.51 WIB

Pada saat itulah, Rusia menyerang Ukraina di semenanjung Krimea. Pasukan khusus Rusia bersenjata yang didukung oleh separatis pro-Rusia menyerbu gedung-gedung utama pemerintah Ukraina, pangkalan militer dan fasilitas telekomunikasi di semenanjung Krimea.

Rusia lantas memaksa pemerintah setempat untuk mengadakan referendum memilih untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Hasil referendum menunjukkan 97% pemilih mendukung pemisahan diri, meskipun hasilnya diperdebatkan.

Penyerangan Rusia ke Ukraina ini membuat AS dan sekutu di Eropa menjatuhkan sanksi ekonomi. Mereka tidak pernah mengakui pencaplokan Rusia di Semenanjung Krimea.

UKRAINE-CRISIS (ANTARA FOTO/REUTERS/Alexey Pavlishak/FOC/dj)

Tak lama setelah itu, separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk Ukraina mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Kyiv, yang memicu pertempuran sengit selama berbulan-bulan.

Meskipun Kyiv dan Moskow menandatangani kesepakatan damai di Minsk pada 2015, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman, telah terjadi pelanggaran gencatan senjata berulang kali. Menurut PBB, lebih dari 3.000 kematian warga sipil terkait konflik di Ukraina timur sejak Maret 2014.

Langkah Putin mirip dengan Presiden Rusia Dimitry Medvedev yang menjabat 2008-2012. Di bawah kepemimpinannya, Rusia mengerahkan pasukan ke Georgia pada 2008.

Georgia yang merupakan bekas republik di Uni Soviet ini berbatasan dengan Rusia di sebelah utara. Rusia membantu dua wilayah memisahkan diri dari Georgia yakni Abkhazia dan Ossetia Selatan.  

Halaman: