Studi: Tanpa Vaksin, Anak Tetap Kurang Kebal Meski Telah Kena Covid-19

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/wsj.
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada seorang siswa saat giat vaksinasi yang digelar Polda Kalimantan Barat di Sekolah Dasar Al Azhar, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (16/3/2022).
22/3/2022, 17.42 WIB

Berbagai negara telah memberikan vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak. Adapun, sebuah studi menunjukkan sebagian besar anak dan remaja yang belum divaksinasi tidak memiliki antibodi meski telah terpapar SARS-CoV-2.

Mengutip dari Reuters pada Selasa (22/3), hal tersebut berdasarkan sebuah penelitian di Amerika Serikat. Namun, studi tersebut belum dikaji oleh rekan sejawat.

"Beberapa orang tua berpikir hanya karena anak mereka terkena Covid-19, mereka terlindungi dan tidak perlu mendapatkan vaksin," kata peneliti dari UTHealth School of Public Health Dallas Sarah Messiah.

Para peneliti di Texas merekrut 218 subjek berusia antara 5 dan 19 tahun yang telah pulih dari infeksi virus corona mulai Oktober 2020. Masing-masing subjek memberikan tiga sampel darah, dengan interval tiga bulan. Dari seluruh peserta, lebih dari 90% subjek tidak divaksinasi Covid-19.

Para peneliti melaporkan, tes darah pertama menunjukkan antibodi infeksi hanya ditemukan pada sepertiga anak-anak. Enam bulan kemudian, hanya setengah dari subjek yang masih memiliki antibodi.

"Tingkat perlindungan bahkan pada mereka yang memiliki antibodi tidak jelas," demikian tertulis.

Adapun, para peneliti tidak menemukan perbedaan antibodi berdasarkan gejala, tingkat keparahan gejala, berat badan, atau jenis kelamin. "Itu sama untuk semua orang," ujar Messiah.

Sedangkan dokter spesialis anak sekaligus konsultan penyakit infeksi tropis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Trop.Paed mengingatkan adanya Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) yang bisa menjangkiti anak dengan riwayat infeksi Covid-19.

Adapun, MIS-C merupakan kondisi saat berbagai organ tubuh seperti jantung, paru-paru, otak, ginjal, kulit, mata, dan saluran cerna, hingga peradangan. Kondisi ini bisa bersifat serius hingga mengakibatkan kematian. "Namun, sebagian besar dapat sembuh dengan pengobatan," ujarnya dalam diskusi daring, Kamis (10/3) dikutip dari Antara.

Adapun MIS-C ditandai dengan demam berkepanjangan ditambah satu atau lebih dari gejala seperti nyeri lambung, mata kemerahan, diare, pusing, ruam, dan muntah. Hindra mengingatkan, gejala tersebut dapat berbeda pada tiap anak.

Sebagai informasi, kasus konfirmasi corona pada anak di Indonesia meningkat tajam. Dari 676 kasus pada 24 Januari 2022, jumlahnya terus naik hingga 7.190 kasus pada 7 Februari 2022. Sejak kemunculan varian Omicron, 3 persen kematian terjadi pada balita.

Reporter: Rizky Alika