Menilik 3 Alasan Pemecatan Terawan oleh IDI

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi, Terawan Agus Putranto.
Penulis: Siti Nur Aeni
Editor: Agung
28/3/2022, 10.28 WIB

Manuver Terawan membentuk perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) juga menjadi salah satu alasan Terawan dipecat. MKEK menganggap aktivitas tersebut tidak sesuai prosedur. MKEK bahkan menyebut menemukan surat edaran PDSRKI yang menginstruksikan agar anggota organisasi ini tidak menghadiri acara Muktamar IDI.

Sekilas Tentang Terapi Cuci Otak

Salah satu alasan Terawan dipecat yaitu karena mempromosikan metode digital subtraction angiopgraphy (DSA) atau terapi cuci otak. Promosi metode tersebut dianggap telah melanggar kode etik.

Berdasarkan penjelasan di situs Stanford Health Care, metode DSA sebenarnya hal yang wajar dalam dunia kedokteran. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran pembuluh darah di otak untuk mendeteksi penyakit stroke.

Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan kateter lewat arteri di kaki dan mengalirkannya ke pembuluh darah di otak. Selanjutnya, petugas akan menyuntikkan cairan kontrak yang bisa memberikan gambaran lengkap tentang pembuluh darah di organ dalam.

Dalam berita yang dipublikasikan di katadata.co.id pada 26 Maret 2022, disebutkan bahwa Terawan telah bertindak lebih jauh dalam penggunaan metode ini. Praktik cuci otak yang dilakukan Terawan tidak hanya menyuntikkan cairan kontras namun juga memasukkan heparin ke pembuluh darah. Sebagai pengetahuan, heparin merupakan obat khusus yang fungsinya untuk mengencerkan darah.

Terawan meneliti metode ini sebagai disetasi program doktoral untuk mengetahui dampak heparin pada pasien stroke iskemik. Menurut hipotesisnya, memasukkan heparin dalam pembuluh otak dapat meningkatkan aliran darah hingga 20% dalam jangka waktu 73 hari.

Metode DSA yang diteliti Terawan menjadi kontroversi di dunia kedokteran. Pasalnya, DSA umumnya hanya digunakan untuk mendeteksi penyakit, bukan mengobati seperti yang dilakukan Terawan.

PB Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI juga menganggap terapi cuci otak ini belum terbukti secara klinis, sehingga berpotensi membahayakan pasien. Majelis tersebut akhirnya memberikan rekomendasi sanksi kepada Terawan atas metode yang ditelitinya.

Halaman: