PLN: Transisi Energi Perlu Waktu

Katadata
Penulis: Maidian Reviani - Tim Publikasi Katadata
6/4/2022, 22.00 WIB

Puncak pertemuan KTT G20 akan menjadi momentum transisi energi sekaligus upaya Indonesia untuk meninggalkan sumber energi yang tak ramah lingkungan. Upaya percepatan transisi energi tak bisa ditunda lagi karena perubahan iklim ada di depan mata. Perubahan iklim sangat terasa dari kenaikan suhu global di pertengahan abad 20 hingga saat ini.

Terkait hal tersebut, PLN akan menambah bauran energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi 23 persen pada tahun 2025. Mencapai target ini perlu ongkos tak kecil. PLN memproyeksikan untuk penambahan EBT, biaya kompensasi, dan subsidi listrik naik sekitar 104 persen menjadi rata-rata Rp185,7 triliun rupiah per tahun dari 2025 ke 2030.

Namun, hal yang lebih mendasar adalah masyarakat perlu mengetahui mengapa transisi energi sangat diperlukan.

Untuk menjawab hal tersebut, Head of Katadata Insight Center Adek Media Roza mengatakan pihaknya telah melakukan survey yang dilakukan pada 26 Februari sampai 6 Maret 2022, dengan metode survey online dan non-probability sampling.

Dari survey itu diperoleh hasil sebanyak 89,9 persen masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada listrik, dan itu berarti listrik adalah energi yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

“Hasil survey juga menunjukkan respons masyarakat akan kinerja pemerintah yang dianggap kurang memprioritaskan pengembangan energi terbarukan,” kata dia dalam webiar IDE Katadata 2022, dengan tema ‘Indonesia's Readiness Towards Energy Transition’, Rabu (6/4/2022).

Adek mengatakan, melalui survey ini masyarakat berharap pemerintah lebih berkomitmen dan dapat melakukan aksi nyata dalam hal transisi energi menuju energi terbarukan. Selain itu, masyarakat yang menjadi responden juga menuturkan unsur utama yang harus dipenuhi dalam energi terbarukan adalah ramah lingkungan dan aman bagi makhluk hidup.

“Respons ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai memahami apa itu energi terbarukan dan pentingnya transisi menuju energi terbarukan di Indonesia,” ujar dia.

Kemudian, Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Edwin Nugraha mengatakan, transisi energi tidak bisa dilakukan dalam satu sampai dua tahun, tapi selama 40 tahun.

“Pertama tentu perlu kita pahami bersama bahwa transisi energi bukan berbicara satu dua tahun, tapi berbicara sampai 40 tahun. Transisi energi ini dilakukan dari sekarang sampai tahun 2060 yang Insya Allah nanti akan kita dapatkan karbon netral,” tutur Edwin.

Menurut dia, ada 3 tahapan yang bisa dilakukan dalam menuju transisi energi, yaitu tahapan di tahun 2030 ke atas, kemudian tahapan hingga tahun 2030 ketika Indonesia akan mencapai bauran EBT sebesar 29 persen, dan tahapan hingga tahun 2025, yakni saat Indonesia mengejar target 23 persen bauran EBT.

Maka dari itu, ia menerangkan bahwa untuk memenuhi target bauran EBT perlu upaya ekstra. Disebutkan, saat ini PLN masih menerima penyelesaian proyek 35.000 MW dari pembangkit-pembangkit listrik yang dibangun sejak tahun 2015, dan di tahun 2022 ini akan ada 8.000 MW pembangkit listrik lagi. Sebagian besar pembangkit listrik tersebut merupakan pembangkit listrik dari energi fosil.

Di antara upaya untuk mencapai target bauran EBT, saat ini PLN sedang mengoptimalkan pemakaian biomassa pada PLTU. Ada sekitar 20 sampai 30 persen batu bara akan diganti dengan biomassa.

Disamping itu, di daerah-daerah terpencil yang masih memakai diesel, PLN akan membangun pembangkit listrik energi surya (PLTS) yang dikombinasi dengan penggunaan baterai sehingga nantinya bisa menghemat biaya