Dualisme Organisasi Profesi Dokter Dilarang UU Tenaga Kesehatan

ANTARA/dokpri
Deklarasi pendirian Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (27/4/2022). ANTARA/dokpri
28/4/2022, 13.30 WIB

Kemunculan Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) menimbulkan dualisme pada organisasi profesi kedokteran. PDSI mendapatkan legalitas sebagai badan hukum, berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nomor AHU-003638.AH.01.07.2022 tentang Pengesahan Pendirian PDSI.

Sedangkan saat ini, sudah ada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai profesi yang menaungi organisasi profesi dokter.

Dualisme organisasi profesi ini menimbulkan polemik tersendiri, karena sesuai Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga kesehatan, setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.

Undang-Undang tersebut juga menjelaskan bahwa tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan.

Ada 13 kelompok tenaga kesehatan yang diakui oleh negara, mereka adalah tenaga medis, psikologi klinis, keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, keteknisian medis, teknik biomedika, kesehatan tradisional, serta tenaga kesehatan lain.

Profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi serta dokter gigi spesialis, termasuk ke dalam kelompok tenaga medis.

Berikut data rasio dokter berdasarkan ekonomi negara:

Ketentuan yang menyatakan setiap jenis profesi tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi juga diperkuat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, yang telah menguji Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan.

Pada 2015, permohonan yang terdaftar dengan nomor 88/PUU-XIII/2015 diajukan Srijanto, yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan jenis tenaga teknis kefarmasian ahli madya farmasi.

Srijanto merasa hak konstitusionalnya terlanggar karena Pasal 50 ayat (2) UU Tenaga Kesehatan menghalanginya untuk membuat organisasi profesi tenaga kefarmasian.

Menurut Pemohon, frasa “Hanya dapat membentuk 1 (satu) organisasi profesi” bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945. Dia juga merasa norma tersebut bersifat diskriminatif dan merugikan karena hanya memperbolehkan adanya satu organisasi profesi.

Dalam putusannya, Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak bertentangan dengan konstitusi.

Sebab tenaga kesehatan jenis tenaga teknis kefarmasian ahli madya farmasi masih tetap dapat berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat. Meski begitu, mereka harus berhimpun dalam satu wadah organisasi.

Pertimbangan hakim ini mengacu kepada tujuan pembentukan organisasi profesi yang secara prinsip menjadi wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.

"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Hakim Ketua Arief Hidayat mengutip salinan putusan Mahkamah Konstitusi, Kamis 27 Oktober 2016.

Sejumlah dokter mendirikan organisasi profesi kedokteran baru yang mereka beri nama Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI). Organisasi ini dipimpin Ketua Umum dr. Jajang Edi Priyanto, dengan Wakil Ketua dr. Deby Susanti Pada Vinski.

Jajang diketahui merupakan staf khusus dr. Terawan Agus Putranto, ketika dia masih menjabat Menteri Kesehatan. Akan tetapi, Jajang menegaskan pendirian PDSI tidak terkait dengan rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) untuk memberhentikan Terawan secara permanen dari keanggotaan organisasi.

Reporter: Aryo Widhy Wicaksono