Membangun dialog di lingkungan kerja menjadi salah satu tindakan krusial untuk membangun komitmen dan partisipasi budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan implementasinya kepada kalangan pekerja dan perusahaan.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center (KIC) sebanyak 64,4% masyarakat pernah menerima sosialisasi mengenai K3. Riset lainnya juga menyatakan 60,9% pekerja pernah terlibat dalam proses pembuatan kebijakan K3.
Mengacu pada data tersebut, artinya masih ada sekitar 40% pekerja yang belum pernah menerima sosialisasi atau terlibat dalam proses pembuatan kebijakan K3.
Menurut CEO dan Founder Personal Growth, Ratih Ibrahim, membangun dialog di lingkungan pekerja menciptakan social behavior modification atau perubahan perilaku sosial. Perubahan ini dapat terjadi imbas dari kebiasaan kolektif atau collective behavior, yang terbentuk dari perilaku masing-masing individu.
“Individu memiliki persepsi yang akan membentuk mindset dan membangun behavior, sehingga menyebabkan adanya collective behavior,” jelas Ratih dalam Webinar Nasional Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sedunia 2022 yang terselenggara berkat kerja sama dengan Katadata, Kamis (28/4).
Ratih menjelaskan, untuk membangun persepsi tersebut, lingkungan kerja dapat melakukannya dengan memberikan stimulus melalui edukasi dari berbagai media, baik cetak maupun online. Kemudian membangun persepsi juga dapat dilakukan menggunakan pengaturan sosial melalui berbagai kebijakan dan peraturan.
Selain itu, untuk membangun persepsi juga dapat dilakukan dengan menggelar focus group discussion (FGD). Untuk membuatnya lebih menarik, perusahaan maupun pekerja dapat mengemas diskusi tersebut dengan metode storrytelling, pelatihan, maupun konseling.
Jika persepsi sudah terbentuk, maka langkah selanjutnya yang penting untuk dibentuk adalah menciptakan pola pikir terhadap K3. Menurut Ratih, pola pikir merupakan proses seseorang memaknai sesuatu, yang akan berdampak kepada bagaimana dia berperilaku.
Ada empat tahapan yang dapat dilakukan dalam membentuk pola berpikir terhadap K3, yaitu: reactive, dependent, independent, dan interdependent.
“Reactive dilakukan setelah terkena cedera atau terjadi kecelakaan, dependent ketika disuruh dan diawasi, independent berfokus hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, dan interdependent tidak hanya untuk dirinya sendiri, juga untuk kepentingan bersama,” katanya.
Selain melalui modifikasi perilaku sosial, peningkatan kualitas pelaksanaan K3 juga dapat dilakukan dengan membangun pondasi K3 yang terintegrasi dengan sistem di perusahaan.
Kemudian, SHE Corporate Manager PT Trakindo Utama, Muhammad Siri, memaparkan pentingnya komitmen dari top management perusahaan untuk menyediakan sumber daya yang mumpuni, termasuk dari sisi anggaran.
“Top management harus terlibat di dalam memberikan lead by example, ketika di dalam penerapan sistem, memastikan bahwa sistem manajemen itu berjalan dengan baik,” kata Siri.
Sebagai contoh praktis, dia menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan perusahaan dalam memitigasi pandemi Covid-19. Pada saat pertama kali pemerintah mengumumkan pandemi, maka terdapat kebijakan seperti work from home (WFH) dan tes Covid-19 yang ditanggung perusahaan.
“Itu adalah salah satu contoh bagaimana perusahaan membangun komitmen budaya kerja yang sehat dan aman,” ujarnya.
Simak juga data mengenai prioritas masyarakat di masa pandemi: