Di tengah kesibukan partai politik untuk membangun koalisi dan menimang-nimang calon presiden (capres) menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru larut dalam dualisme.
Perpecahan terjadi karena beda pendapat mengenai sosok capres yang tepat untuk PDIP. Ada yang menilai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan sebagian lain menginginkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani.
Konflik kian meruncing, setelah Ganjar kembali mendapatkan kritik tajam dari elit PDIP. Politikus PDIP sekaligus anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan. Trimedya menyoroti kinerja Ganjar yang menurutnya hanya tampil di media sosial (medsos).
Menurutnya, selama delapan tahun menjabat sebagai gubernur, Ganjar tak memberikan kerja nyata. “Selain main di medsos, apa kinerjanya?” kata Trimedya dalam keterangannya pada Rabu (1/6).
Berdasarkan penilaiannya, Ganjar terlalu ambisius untuk mencalonkan diri menjadi presiden pada Pemilu 2024 mendatang. Hal tersebut tak semestinya dilakukan para kader PDIP tanpa restu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Dia pun menyematkan istilah kemlithi atau congkak bagi Gubernur Jateng itu.
“Sudah kemlithi dia. Harusnya sabar dulu dia jalankan tugasnya sebagai Gubernur Jateng dia berinteraksi dengan kawan-kawan stuktur di sana," jelasnya.
Menurutnya, ambisi Ganjar yang ingin menjadi capres tak sesuai dengan kinerjanya selama menjadi pejabat publik dari kader PDIP. Dia memberikan contoh berbagai persoalan yang masih terjadi di Jateng, seperti tambang andesit di Wadas, banjir rob di Semarang, banyaknya pembangunan jalan yang belum selesai, hingga kemiskinan yang terus meningkat.
“Tolong gambarkan track record Ganjar di DPR, kemudian sebagai gubernur. Tolong masyarakat juga apple to apple memperbandingkan,” tuturnya.
Dia pun membanding-bandingkan Ganjar dengan Puan Maharani. Bagi Trimedya, rekam jejak Puan lebih jelas ketimbang Ganjar. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya, dia menilai bahwa Puan berhasil mengorganisir anggota Fraksi PDIP. Kemudian ketika menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) pada periode pertama Joko Widodo menjadi presiden, Puan dinilai memiliki kinerja yang baik.
“Pun ketika menjadi Ketua DPR bisa memimpin di tengah kader-kader terbaik parpol (partai politik) di level pimpinan,” katanya.
Puan yang dipuji Trimedya sebelumnya pernah melontarkan pernyataan yang disinyalir menyindir Ganjar. Pernyataan tersebut berisi perihal masyarakat yang sering kali memilih capres bukan menilai dari kinerjanya, melainkan fisik dan intensitas kemunculan di media sosial.
“Kadang-kadang kita ini suka yoweslah dia aja asal ganteng. Dia aja yang dipilih, asal bukan perempuan. Walaupun tidak bisa apa-apa, yang penting dia itu kalau di sosmed, tv, nyenengin. Tapi kemudian tidak bisa kerja, tidak dekat dengan rakyat. Mau tidak pemimpin seperti itu?” ujarnya dalam Groundbreaking Kantor Dewan Pengurus Cabang (DPC) PDIP Wonogiri pada Selasa (26/4).
Sebagai puteri ketua umum partai, Puan memiliki nasib lebih mujur dari Ganjar yang pernah dibilang kelewatan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP, Bambang Wuryanto.
Tahun lalu, politikus yang juga menjadi Ketua Komisi III DPR itu secara terang-terangan menggangap Ganjar terlalu berambisi menjadi calon presiden pada Pemilu 2024. Sikap seperti itu pun dinilainya memberikan dampak buruk bagi keutuhan partai yang semestinya manut pada sang ketua umum.
Dukungan para elit PDIP terhadap Puan Maharani pada kenyataannya tak sesuai dengan apa yang diinginkan gerakan akar rumput. Terbukti dalam hasil survei terbaru yang dikeluarkan oleh Charta Politika, 66,8% pemilih PDIP sepakat untuk memilih Ganjar Pranowo apabila Pemilu dilaksanakan pada pertengahan April lalu. Tak hanya dari pemilih PDIP, secara umum elektabilitas Ganjar menduduki peringkat pertama, yaitu 26,6%, disusul oleh Prabowo Subianto 22% dan Anies Basweda 19.7%.
Dari dinamika politik di internal partai ini, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai bahwa sebesar apapun dukungan masyarakat terhadap Ganjar, pada akhirnya para kader akan bersikap tegak lurus kepada Megawati. Hanya saja, ada sedikit tantangan di kalangan para elit, yaitu merenggangnya hubungan Megawati yang notabenenya ibunda Puan dengan Jokowi yang memberikan sinyal dukungan bagi Ganjar.
Sinyal dukungan yang diberikan Jokowi, dianggap Hendri memberian dampak blunder yang luar biasa.
“Jadi waktu kejadian di Magelang itu, Pak Jokowi bilang ‘ojo kesusu’ (jangan terburu-buru) tapi ternyata dianya juga kesusu. Kesusu untuk memberikan sinyal yang akhirnya dampaknya kemana-mana,” jelasnya saat dihubungi Katadata.co.id pada Kamis (2/6).
Meski telah memperoleh dukungan dari Jokowi, tetap saja, kunci untuk Ganjar melenggang ke Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ada di tangan Megawati. Sementara sejauh ini, Hendri melihat PDIP cenderung akan memajukan Puan dalam Pilpres mendatang.
“Perkembangan politik di internal PDIP tampaknya lebih mengisyaratkan Puan Maharani yang akan dimajukan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden,” tuturnya.