Majelis Kehormatan Partai (MKP) Gerindra telah memutuskan untuk memecat salah satu politisi senior partai, Mohamad Taufik. Pemecatan Taufik dilakukan MKP menggelar sidang musyawarah di Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerindra pada Selasa (7/6).
Wakil Ketua MKP Gerindra, Wihadi Wiyanto, menyampaikan pemecatan Taufik bukan semata-mata hasil pembahasan pada sidang kali ini, karena hasilnya sudah melalui proses panjang dan akumulasi kesalahan dari pelanggaran etik yang telah dilakukan Taufik sebagai kader Gerindra.
Menurut Wihadi, Setidaknya terdapat empat poin yang membuatnya dipecat. Pengawasan dan penilaian buruk DPP Gerindra terhadap kinerja Taufik dimulai saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerindra DKI Jakarta, dia dianggap gagal memenangkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo-Sandi di ibu kota.
Pada perolehan hasil Pemilu 2019 lalu, di DKI Jakarta pasangan Jokowi-Ma'ruf meraih 52% atau 3.279.547 suara. Sementara Prabowo-Sandi memperoleh 48% atau 3.066.137 suara.
Kemudian, kinerja Taufik dinilai buruk, sebab tak mampu menyediakan kantor bagi DPD Gerindra DKI Jakarta. Hingga saat ini, DPD Gerindra DKI Jakarta belum memiliki kantor tetap, dan selalu berpindah tempat. “Padahal DKI Jakarta merupakan barometer utama bagi Partai Gerindra,” tutur Wihadi saat mengumumkan keputusan MKP, Selasa (7/6).
Penilaian buruk lainnya yang menjadi landasan pemecatan terhadap Taufik adalah perkara tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memeriksa Taufik terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur.
“Ada beberapa kasus korupsi yang masih berjalan prosesnya dan diperiksa di KPK,” kata Wihadi.
Pertimbangan lainnya adalah sikap tidak loyal Taufik terhadap partai, yang telah membawanya menjadi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024. Taufik dianggap tidak loyal karena melakukan banyak manuver yang menentang disiplin dan keputusan partai.
Salah satunya, dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, untuk menjadi capres pada Pemilu 2024 nanti. Padahal, saat disidangkan MKP pada 21 Februari 2022 lalu, dia tegas menyatakan loyal dan taat kepada peraturan partai.
Kemudian, bentuk manuver lain yang dilakukan Taufik saat beredar kabar partai akan mengganti posisinya sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Pada masa tersebut, para elit Gerindra mendengar bahwa Taufik akan mengundurkan diri dan berpindah ke Partai Nasdem.
Selain itu, Taufik dianggap membuat gaduh dengan memberikan pernyataan di berbagai media yang dianggap menyudutkan partai. “Padahal diketahui dari pernyataannya tersebut banyak yang tidak benar,” ujar Wihadi.