Menjelang dibukanya pendaftaran peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, berbagai partai politik semakin sibuk melakukan penjajakan koalisi. Setelah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang berisi Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dinamika politik semakin berwarna dengan kehadiran poros koalisi partai Islam. Poros ini merupakan gabungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kesepakatan koalisi ini terjalin setelah keduanya menjalin komunikasi pada acara Hari Lahir PKS pekan lalu. Penjajakan untuk berkoalisi ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Aboe Bakar Alhabsyi, melalui sebuah pantun. "Limau purut di tepi rawa, buah belimbing belum masak. Kalau PKB-PKS jalan bersama, kontestasi Pilpres tambah semarak,” katanya dalam sebuah pertemuan dengan Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, di Jakarta, Kamis (9/6).
Meski kedua partai sepakat untuk bergabung dan membentuk poros ketiga, mereka tetap membuka pintu bagi partai lain untuk bergabung. Sebab, jika digabungkan, PKB dan PKS secara total memiliki 18,79% kursi di parlemen. Jumlah ini belum memenuhi presidential treshold yang mewajibkan 20% ambang batas untuk mencalonkan presiden.
“Kita siap dengan Nasdem. Kita siap dengan Demokrat. Kita siap dengan yang lain. Tidak ada masalah,” ujar Aboe.
Koalisi baru ini juga dikatakan Aboe bukan bentuk kekecewaan karena tidak diajak serta dalam KIB, yang di dalamnya terdapat dua partai Islam, PAN dan PPP. Justru Aboe membuka kesempatan jika ada partai di KIB yang berubah pikiran di masa mendatang.
Aboe juga menjelaskan PKS tak mempermasalahkan jika nanti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang akan maju sebagai capres. Meski begitu, hal ini masih perlu pendalaman lebih lanjut. "Enggak apa-apa. Kalau mau, Cak Imin layak, kita lihat nanti kita obrolin dulu," ucapnya.
Menurutnya, koalisi PKB dengan PKS justru hadir untuk meredam polarisasi politik yang selama ini mengahantui masyarakat akibat Pemilihan Presiden (Pilpres) yang hanya memunculkan dua pasang calon. Oleh karena itu, kedua partai memutuskan untuk menjadi poros ketiga untuk memastikan adanya pasangan capres-cawapres tambahan.
“Nanti biar calonnya jadi tiga. Kami prinsipnya santai saja,” katanya.
Pada kesempatan ini, Jazilul menggunakan istilah koalisi semut merah untuk menggambarkan koalisi yang sedang dijajaki PKB dan PKS. Alasannya, semut merupakan binatang kecil berkoloni yang dapat menjadi simbol bagi rakyat kecil. “Saya bilang koalisi semut merah supaya gigitnya meskipun kecil kita bisa mengusung ke mana-mana. Kemudian kalau suit itu menang dibandingkan gajah,” kelakarnya.
Dengan mengambil filosofi semut merah, menurutnya koalisi PKB dan PKS juga dapat merepresentasi diri sebagai koalisi wong cilik. Istilah yang selama ini melekat dan menjadi slogan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Jangan hanya rakyat kecil itu diklaim satu partai saja, kita (PKB) juga rakyat kecil. PKS juga rakyat kecil juga. Wong cilik juga,” tuturnya.
Dengan adanya kesepakatan di antara PKB dan PKS, maka partai dengan perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang belum berkoalisi menyisakan Nasdem, Demokrat, Gerindra, dan PDIP.
PDIP saat ini sudah memenuhi persidential threshold sehingga tidak membutuhkan koalisi untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Sementara Nasdem sudah menyatakan tidak akan mengusung capres dari internal mereka, walaupun membuka kesempatan berkoalisi.
Untuk Demokrat dan Gerindra, kedua ketua umum partai tersebut terlihat sudah menjalin komunikasi dengan berbagai elit politik. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sudah menyambangi Golkar, Nasdem, PKS, dan juga sempat berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo. Sementara Prabowo Subianto, telah menemui Nasdem, dan didatangi oleh petinggi partai Golkar, PKS, dan PAN, serta bersilaturahmi dengan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.