Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah memulai proses audit terhadap perusahaan kelapa sawit. Audit ini dilakukan atas permintaan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Luhut, audit diperlukan karena Indonesia secara efisiensi masih kalah dengan banyak negara. Selain itu, sejauh ini belum ada data akurat mengenai jumlah penghasil kelapa sawit di dalam negeri. Nantinya, hasil audit BPKP akan membuat pendataan produksi sawit lebih transparan.
"Sekarang ada asosiasi kabupaten-kabupaten penghasil kelapa sawit, dan ada 154 mereka sudah bentuk asosiasinya, mereka punya data-datanya," ujar Luhut saat ditemui di kantor BPKP, Jakarta, Rabu (15/6).
Selain itu, dari audit BPKP pihaknya juga dapat melihat potensi kejahatan atau kecurangan yang dilakukan produsen sawit. Dari hasil audit sementara, ditemukan sejumlah perusahaan kelapa sawit milik asing beraktivitas di Indonesia, sehingga tidak menyetorkan pajaknya kepada pemerintah. Perusahaan tersebut bermarkas di Singapura dan saat ini berencana pindah ke Indonesia.
"Masa kita punya ratusan ton, jutaan hektar tanah kelapa sawit, ada yang markasnya di luar negeri. Bayar pajaknya di luar, dia enak-enak keluar terima duit. Enggak adil kan?" ucap Luhut.
Untuk itu, Luhut mendorong agar BPKP meningkatkan intensitas audit, sehingga prosesnya dapat berjalan lebih cepat. Di sisi lain, Luhut juga meminta perusahaan agar secara sadar tertib mengikuti aturan di Indonesia, demi rasa keadilan dalam menjalankan usaha.
Menko juga mengimbau seluruh lembaga terkait supaya dapat saling membantu dan bekerja sama mendorong kemandirian industri kelapa sawit dalam negeri, sehingga tidak diatur negara asing.
Paa kesempatan ini, Luhut mengingatkan semua pihak, bahwa perintah untuk melakukan audit perusahaan produsen kelapa sawit datang langsung dari Presiden Joko Widodo. Demi kebutuhan ini, dia berharap perusahaan juga dapat bersikap kooperatif.
"Sekarang dengan audit itu kita lakukan dengan benar, berkeadilan, itu keinginan Presiden," ucapnya.
Sebelumnya Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menjelaskan bahwa lembaganya telah melakukan audit setelah menerima surat dari Menko Maves.
"Target proses audit ini di dalam suratnya sekitar tiga bulan, tetapi ada kemungkinan audit bisa diperpanjang tergantung bagaimana temuannya," ungkap Ateh dalam Konferensi Pers Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022 di Jakarta, Selasa (14/6) seperti dikutip Antara.
Jika temuan audit yang didapat lebih banyak, pihaknya akan membutuhkan perpanjangan waktu untuk memperdalam data tersebut. Untuk itu, BPKP akan membutuhkan surat perpanjangan audit.
Saat ini, BPKP telah memulai proses audit perusahaan sawit tahap awal, yakni penelitian pendahuluan dan pengumpulan data terkait izin hak guna usaha (HGU), izin perusahaan, dan luas lahan kebun sawit.
Pihaknya akan mengumpulkan berbagai data tersebut dari beberapa kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Kementerian Perindustrian.
Sementara untuk produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sudah menyamai Malaysia pada 2021. Produktivitas kedua negara produsen minyak sawit terbesar ini sama-sama sebesar 3,15 ton per hektare (ha).
Produktivitas perkebunan kelapa sawit dihitung dengan membagi produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dengan luas lahan perkebunan.