Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyoroti mundurnya kebebasan sipil di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu tantangan besar yang harus dihadapi RI.
Dasar pernyataan tersebut adalah data yang disajikan oleh Reporters Without Borders atau RSF pada tahun ini. RSF menemukan indeks kebebasan pers Indonesia pada 2022 turun ke peringkat 117 dari 180 negara di dunia.
Peringkat tersebut lebih rendah dari capaian 2021 di posisi 113 dari 180 negara di dunia. "Ada masalah serius. Pilar-pilar demokrasi ini harus tumbuh dengan kuat," kata Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau biasa disebut AHY pada Perayaan 10 Tahun Forum Pemred, Jumat (5/8).
Agus mengatakan ada dikotomi antara kebebasan sipil dan pembangunan di dalam negeri. Dikotomi yang dimaksud yaitu penguatan pembangunan dapat mendisrupsi kebebasan, sedangkan kebebasan dapat menciptakan instabilitas pembangunan di Indonesia.
Namun, ia berpendapat bahwa kebebasan dan pembangunan dapat dijalankan secara bersamaan. Oleh karena itu, Agus meyakini kebebasan pers harus dipelihara.
Maka dari itu, Agus mengatakan ada tiga tantangan yang harus ditanggulangi dalam menjaga kebebasan di dalam negeri, yakni politik uang, politik identitas, dan politik fitnah. Dalam situasi seperti ini, industri media dapat menangkal salah satu tantangan tersebut, yakni hoaks.
Agus berpendapat politik fitnah berpotensi langgeng dengan kemajuan era komunikasi. Pasalnya, sebuah informasi dapat terdistorsi dengan banyaknya sumber berita. Maka dari itu, Agus menilai peran media untuk melakukan verifikasi berbagai informasi menjadi sebuah kebutuhan di dalam negeri.
"Belum lagi buzzer politik yang tugasnya memproduksi berita-berita bohong tadi. Pers yang kredibel, yang bisa memverifikasi berita-berita bohong," kata putera sulung Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.