Nelayan Minta Bantuan Langsung Pembelian BBM Ketimbang Bansos Tunai

ANTARA FOTO/Basri Marzuki/aww.
Nelayan berisitirahat usai melaut di lokasi tambatan perahu yang telah selesai dibangun di Pantai Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (24/8/2022).
1/9/2022, 20.44 WIB

Pemerintah memulai pemberian bantuan sosial (bansos) sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun nelayan meminta subsidi yang diberikan langsung berupa bahan bakar ketimbang uang tunai. 

Ketua Pelaksana Harian KNTI Dani Setiawan mengatakan skema seperti itu lebih dibutuhkan oleh nelayan ketimbang bansos tunai. Subsidi bisa diberikan kepada nelayan yang memiliki Kartu Usaha Kelautan dan Perikanan atau Kartu Kusuka.

"Ini akan lebih memastikan bahwa belanja subsidi itu lebih tepat sasaran ke kelompok-kelompok yang membutuhkan," kata  Dani kepada Katadata.co.id, Kamis (1/9). 

Dani mengatakan nelayan dengan kapal berukuran 4 gross ton (GT) membutuhkan biaya BBM sekitar Rp 500.000 untuk 25 hari melaut. Sementara itu, BBM mencakup 70% dari struktur biaya nelayan dalam melaut.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan beberapa hal agar subsidi BBM langsung tersebut dapat terlaksana. Hal yang paling penting adalah penggantian syarat administrasi penerima BBM bersubsidi dengan Kartu Kusuka. Ini karena jarak kantor administrasi biasanya cukup jauh dari desa nelayan.

Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak jumlah stasiun pengisian bensin nelayan atau SPBN. Dani mencatat jumlah SPBN di dalam negeri hanya mencapai 371 unit, sedangkan jumlah desa nelayan secara nasional lebih dari 11.900 unit.

Dani menilai kombinasi kedua masalah tersebut membuat penyerapan BBM bersubsidi oleh nelayan pada 2016-2020 hanya 26% dari kuota. KNTI mencatat, kuota BBM bersubsidi bagi nelayan pada 2016-2020 adalah sekitar 1,9 juta kiloliter per tahun.

"Bahkan di kampung nelayan yang ada SPBUN-nya tidak bisa melayani semua nelayan karena kuota BBM bersubsidi terbatas," kata Dani.

Dani juga meminta pemerintah memangkas syarat dan waktu pendirian SPBUN dari saat ini sekitar 6-7 bulan. Pada saat yang sama, pengawasan penerima BBM bersubsidi pada SPBUN perlu diperketat.

Dia juga mengusulkan agar pemerintah melibatkan organisasi nelayan dalam pengawasan distribusi BBM bersubsidi. "Kami juga tidak mau BBM bersubsidi dipakai atau dimanfaatkan sektor lain," katanya.

Pemerintah telah menganggarkan Rp 24,1 triliun untuk mengucurkan bansos terkait kenaikan harga BBM. Bahkan, Presiden Joko Widodo telah memulai pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Jayapura, Papua pada Rabu (1/9).

Reporter: Andi M. Arief