Survei: Harga BBM Bikin Publik Pesimis pada Ekonomi Setahun ke Depan

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj.
Unjuk rasa buruh menolak harga BBM di Jalan Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (19/9/2022).
Penulis: Ade Rosman
22/9/2022, 19.11 WIB

Kebijakan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun. Kesimpulan ini terungkap dalam hasil Survei Nasional Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pascakenaikan Harga BBM, yang dilakukan lembaga Charta Politika Indonesia.

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengungkapkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah mencapai 63,5%. Sementara yang kurang puas dan tidak puas sama sekali mencapai 34,2%.

Jika dibandingkan dengan survei sebelumnya, hasil ini menunjukkan tingkat kepuasan publik menurun sekitar 4,9%, sementara yang tidak puas meningkat 4,3%. 

“Terjadi penurunan yang menurut saya ini lampu kuning buat pemerintah,” kata Yunarto.

Mayoritas publik tidak setuju dengan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, karena lebih dari 80 persen responden merasa kenaikan harganya termasuk tinggi. 

Dari responden yang tidak setuju 51,4% mengaku diam saja dan menerima kebijakan yang ada. Sedangkan 21,7% responden lainnya menggalang protes di media sosial dan mendukung petisi online. Sisanya, sekitar 17,8% turut mengikuti demonstrasi di jalan untuk mengekspresikan protes terhadap kebijakan ini, dan 9,1% tidak menjawab.

Sebelumnya dalam survei Indikator Politik, terungkap publik menginginkan pemerintah memberikan kompensasi dari kenaikan harga BBM berupa bantuan sosial bagi warga miskin dan menurunkan harga bahan makanan pokok.

Selain menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintah, dampak kenaikan harga BBM juga terlihat memberikan penurunan sekitar 8% pada tingkat optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi setahun ke depan. Dalam survei ini, 63,1% responden mengaku optimis, dan 29,9% pesimis, serta 7% tidak mau menjawab.

“Saya pikir ini normal dalam situasi kenaikan BBM yang biasanya akan dipersepsikan, dan memang faktanya akan berpengaruh terhadap situasi inflasi terhadap ekonomi dalam konteks sembako, daya tahan untuk kemudian memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga optimisme ini turun,” ucap Yunarto.

Tak hanya tingkat kepercayaan pemerintah, kepercayaan terhadap lembaga tinggi negara juga terlihat mengalami penurunan. Hampir semua lembaga tinggi negara, kecuali Mahkamah Konstitusi dan Dewan Perwakilan Rakyat yang cenderung stagnan.

Lembaga Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai sebagai lembaga tinggi negara yang paling dipercaya oleh publik, dan mendapatkan kepercayaan 85% responden. Selanjutnya Presiden mendapatkan 71% kepercayaan publik, dan pada posisi ketiga ada Mahkamah Konstitusi dengan 69%. 

Penurunan tingkat kepercayaan tertinggi dialami Polri. Sebab pada survei sebelumnya yang digelar Juni 2022 lalu, kepercayaan publik terhadap Polri mencapai 73%. Sementara pada survei ini, tingkat kepercayaan publik kepada Polri mencapai 56%, atau menurun sekitar 17%.

Maraknya pemberitaan mengenai kasus "polisi tembak polisi" yang terjadi belakangan ini, menyebabkan penilaian publik terhadap kondisi hukum menurun. Kemudian, publik umumnya juga menilai penanganan kepolisian dalam mengungkap kebenaran kasus tersebut tidak transparan, mencapai 62,4%.

Sebagai informasi, Charta Politika melakukan survei ini melalui wawancara tatap muka secara langsung, dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Melibatkan sebanyak 1.220 responden yang tersebar di 34 Provinsi, serta menggunakan metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±(2.82%) pada tingkat kepercayaan 95%.

Reporter: Ade Rosman