Mesin Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai memanas jelang pelaksanaan pemilihan presiden 2024 mendatang. Alasannya, presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP telah menjabat selama dua periode. Sesuai konstitusi, Jokowi hanya bisa maju sebagai presiden selama dua periode.
Pada Sabtu (8/10), bertempat di Istana Batutulis Bogor, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bertemu langsung dengan Jokowi. Di hari yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Puan Maharani juga bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di kawasan Monas Jakarta. Puan adalah putri kandung Megawati.
Meski tidak disampaikan secara eksplisit, pertemuan para tokoh sentra PDIP itu tak bisa lepas dari upaya mempersiapkan pemilu dan pilpres 2024. Kemarin Senin (10/10), di Istana Negara Jokowi membenarkan hal itu.
"Kami nggak mungkin tutupi itu," kata Jokowi. Meski demikian, Presiden tak menjelaskan detail persoalan yang dibahas.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berkelit ihwal pertemuan Megawati dan Jokowi. Menurut dia tidak ada pembicaraan yang mengerucut pada pencapresan. Meski begitu ia tak menampik bahwa dalam pertemuan itu kedua tokoh membicarakan estafet kepemimpinan bangsa usai Jokowi lengser dari kursi presiden.
Bagi PDIP, pemilu 2024 adalah momentum dalam mempersiapkan pemimpin bangsa. Oleh karena itu, Hasto mengatakan PDI Perjuangan mencari sosok yang mampu mengemban tanggung jawab itu. Sedangkan ihwal calon yang akan diusung, meski mengaku telah bertanya langsung pada Megawati usai bertemu Jokowi, Hasto mengatakan masih belum dapat arahan.
"Saya tanyakan ke Ibu Mega, bagaimana pencapresan? Ibu Mega hanya jawab, sabar saja, tunggu saatnya," ujar Hasto seperti dikutip dari Antara.
Meski belum menunjuk siapa sosok yang akan diusung PDIP, saat menjadi pembicara dalam diskusi Election Corner bertema "Mengembalikan Kembali Politik Programatik di Pemilu 2024" di Fisipol UGM Yogyakarta, kemarin mengatakan partainya kemungkinan baru akan mengumumkan sosok capres pada Juni 2023.
Pemilihan waktu menurut dia didasarkan pada pengalaman dalam kontestasi pilpres beberapa periode terakhir. Sesuai jadwal pemilu yang telah dirilis Komisi Pemilihan Umum, jadwal pendaftaran capres peserta pilpres 2024 adalah pada Oktober 2023. Dengan begitu pengumuman capres dari PDIP tidak akan terlalu jauh dari masa pendaftaran. Selain itu Juni menjadi bulan yang bernilai historis bagi PDIP lantaran merupakan bulan lahirnya Bung Karno.
"Tahapan pemilu masih Oktober tahun depan, pencapresan kita terus berdialektika," ujarnya.
Sosok Capres Pilihan PDIP
PDIP, kata Hasto, saat ini tengah menyiapkan sosok Capres 2024 yang berani mengambil keputusan dan memiliki rekam jejak yang kuat. Calon presiden yang disiapkan juga harus mampu membawa Indonesia memimpin bangsa-bangsa di dunia.
Tidak hanya itu, Hasto menyampaikan bahwa capres yang diusung harus sosok pemimpin yang mendapat dukungan kekuatan kolektif parpol dan gabungan parpol. Hal ini penting untuk menghindarkan pemerintahan yang kuat dari terpaan "tsunami" politik seperti awal kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014.
Usai pilpres 2014, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memerlukan waktu 1,5 tahun untuk mengkonsolidasikan kekuasaan lantaran parlemen dikuasai parpol non pendukung pemerintah. Hasto berharap, berharap pemerintahan ke depan selain memiliki legitimasi secara elektoral juga mendapat legitimasi dari dukungan di parlemen.
"Itu yang kami persiapkan, merancang satu gabungan partai politik agar pemerintahannya efektif. Selain itu, mayoritas dukungan presiden dari rakyat 50 persen plus 1 tercermin di parlemen," katanya.
Sembari mempersiapkan sosok capres yang akan diusung, PDIP menurut Hasto juga tengah menguatkan lobi politik dengan partai pendukung. Hal itu menjadi bagian dari strategi partai seperti yang telah dilaksanakan oleh Puan Maharani. Sebelum bertemu dengan Airlangga pada Sabtu (8/10) Puan telah lebih dahulu bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada awal September lalu. Tidak hanya bertemu, Puan bahwa ikut menemani Prabowo berkuda.
"Lobi politik penting. Negosiasi itu perlu, jalan-jalan sehat itu perlu, naik kuda bersama itu perlu. Sekarang naik perahu juga perlu karena Jakarta banjir," ujar Hasto disertai tawa peserta diskusi.
Selain tentang sosok pemimpin, Hasto juga memandang penetapan calon juga harus mempertimbangkan momentum. Saat ini Presiden Jokowi masih punya 2 tahun masa jabatan hingga 2024 dan negara menghadapi penurunan kondisi perekonomian. Ketimbang membicarakan mengenai capres, PDIP akan lebih fokus mendukung upaya pemerintah untuk mengatasi ancaman krisis ekonomi.
"Dalam konteks politik persoalan ekonomi ini yang paling berat saat ini. Ini yang harus diatasi. Jangan dibawa ke kontestasi politik Pemilu 2024 yang terlalu dini. Kami punya komitmen mencapai legacy yang maksimal bagi Pak Jokowi," tuturnya.
Dukungan untuk Ganjar
Meski belum menetapkan calon presiden yang akan diajukan pada pilpres 2024 mendatang, dukungan untuk kader PDIP Ganjar Pranowo terus menguat. Setelah dideklarasikan sebagai capres oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dukungan untuk Gubernur Jawa Tengah itu terus bergulir. Pada Senin (10/10) sebanyak 2 ribu relawan yang menamakan diri Relawan Mak Ganjar di Nusa Tenggara Timur menggelar doa bersama untuk kemenangan Ganjar pada pilpres 2024.
“Doa bersama ini juga merupakan ikhtiar batin relawan dan berbagai pihak dalam mengurus bangsa Indonesia dan melakukan konsolidasi Ganjar untuk Presiden 2024,” kata Koordinator Wilayah Mak Ganjar Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Hermin Aliandu seperti dikutip dari Antara.
Menurut Hermin, sosok Ganjar sudah dikenal luas di kalangan masyarakat NTT. Mantan ketua komisi pemerintahan DPR itu dianggap bisa menyuarakan kepentingan masyarakat dari berbagai latar belakang suku dan agama.
Dukungan untuk Ganjar juga datang dari sebagian kader Partai Persatuan Pembangunan. Sejumlah dewan pengurus wilayah PPP telah resmi mengumumkan nama Ganjar seperti DPR Sulawesi Selatan, DPW Banten, DPW Sumatera Utara dan kader Kabah Jakarta. Meski begitu, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengatakan dukungan tersebut belum merupakan sikap resmi partai. PPP baru akan mengumumkan sosok capres pada Mukernas yang akan berlangsung akhir tahun ini.
Menanggapi bergulirnya dukungan untuk Ganjar, Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah mengatakan partainya tidak akan terpengaruh. PDIP tetap akan menunggu momentum tepat untuk mengumumkan capres. Selain itu penentuan capres tetap akan menjadi kewenangan penuh Megawati sebagai Ketua Umum.
"Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan telah teruji dalam sejarah melahirkan banyak kepemimpinan, baik di tingkat kabupaten, kota, provinsi, bahkan nasional," ungkap Said.
Menurutnya, sejarah telah menempa Megawati dalam menentukan calon pemimpin. Beberapa prinsip yang selalu dipegang putri presiden pertama RI itu di antaranya kesetiaan pada negara kesatuan, pancasila, dan konstitusi. Calon presiden juga harus memahami betul kebhinekaan Indonesia. Elektabilitas, rekam jejak integritas, dan kapabilitas pun juga menjadi salah satu pertimbangan,
Pertimbangan lainnya yakni PDI Perjuangan sebagaimana mandat Kongres V, memutuskan untuk mengembalikan jalan politik pembangunan jangka panjang yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal ini untuk memastikan pemerintahan lima tahunan patuh dan tunduk pada arah pembangunan jangka panjang tersebut.
Skenario PDIP
Di tengah menguatnya dukungan untuk Ganjar, survei terbaru yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengumumkan Ketua Umum Alumni Universitas Gadjah Mada itu sebagai calon terbukat. Dalam survei yang digelar pada 11-20 September terhadap 1.200 responden itu, Ganjar menang saat dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby dalam rilisnya menjelaskan, pasangan Ganjar-Airlangga memperoleh 30 persen suara, mengalahkan Prabowo Subianto-Puan Maharani 23,9 persen. Sedangkan pasangan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono hanya memperoleh 22,8 persen suara. Elektabilitas Ganjar-Airlangga lebih tinggi dibandingkan Prabowo-Puan, Prabowo-Muhaimin Iskandar, Anies-AHY, Anies-Khofifah, Puan-Ganjar, ataupun Ganjar- Puan,
"Dalam konteks pilihan terhadap pilpres, artinya jika mengacu pada pilihan rasional saat ini, PDIP lebih baik mengusung Ganjar sebagai capres dibanding Puan," jelas Adjie.
Menurut Adjie duet Ganjar-Airlangga memungkinkan apabila terjadi koalisi antara PDIP dengan Koalisi Indonesia Bersatu yang di dalamnya terdapat Golkar, PAN, serta PKB. Selain itu Ganjar juga harus mendapat restu dari Mega. Bila skenario Ganjar-Airlangga menang, maka peta kepemimpinan di internal PDIP akan berubah.
Menurut Adjie, jika Ganjar menang Puan bisa diusung sebagai Ketum PDIP. Skenario ini sekaligus menepis kekhawatiran di kalangan internal partai bahwa bila Ganjar menang trah Megawati akan tergeser dari pucuk pimpinan PDIP.
"Skenario ini akan menjadi husnul khatimah bagi Megawati di Pilpres 2024 . Jika Ganjar sebagai capres, maka PDIP berpeluang menang capres dan pileg sekaligus. Mencetak hattrick 3 kali menang pemilu. Menjdi penguasa di parlemen dan menjadi ketua DPRD. Kursi ketum PDIP pun bisa dipercayakan kepada Puan Maharani," ujar Adjie.
Skenario lain yang menurut Adjie sangat terbuka bila terjadi perubahan elektabilitas Puan yang signifikan menjelang pendaftaran Pilpres 2024, maka PDIP akan mencalonkan Puan sebagai Capres. Selain itu, Ganjar bisa saja berpasangan dengan calon lain apabila memiliki tiket yang cukup untuk pilpres. Sedangkan Airlangga juga berpeluang maju sebagai capres bila menjelang pendaftaran capres ditutup elektabilitas meningkat signifikan.