Terdapat dua bentuk penalaran yang digunakan secara umum dalam penelitian maupun kehidupan sehari-hari, yakni penalaran induksi dan deduksi. Para logikawan membagi penalaran kedalam dua kategori tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, tentu menarik membahas bentuk penalaran induksi dan deduksi, dilansir dari Jurnal Konstitusi MK RI berjudul “Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum” karya Urbanus Ura Weruin. Sebelum membahas dua bentuk penalaran induksi dan deduksi, tentu perlu mengetahui apa itu penalaran.
Penalaran merupakan kegiatan akal budi untuk memahami makna setiap term dalam suatu proposisi. Kegiatan ini juga menghubungkan suatu proposisi dengan proposisi lain dan kemudian menarik kesimpulan atas dasar proposisi-proposisi tersebut.
Berdasarkan penjelasan itu, dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan salah satu bentuk pemikiran. Selanjutnya, berikut ini penjelasan terkait bentuk penalaran induksi dan deduksi selengkapnya.
Penalaran Induksi
Penalaran induksi merupakan penalaran yang didasarkan pada generalisasi pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki. Pengalaman atau pengetahuan tersebut kemudian dirumuskan atau disimpulkan dalam suatu pengetahuan atau pengalaman yang baru.
Untuk memahaminya, penalaran induksi merupakan proses penarikan kesimpulan umum atau universal berdasarkan pengalaman, data, fakta, atau pengetahuan terbatas sebagai premis yang dimiliki. Berikut ini contoh penalaran induksi selengkapnya.
Premis:
Illana, mencuri milik orang lain, bukanlah orang yang menaati hukum,
Alana, mencuri milik orang lain, bukanlah orang yang menaati hukum,
Fanni, mencuri milik orang lain, bukanlah orang yang menaati hukum,
Hanna, mencuri milik orang lain, bukanlah orang yang menaati hukum,
Kesimpulan:
Semua orang yang mencuri milik orang lain, bukanlah orang yang menaati hukum.
Contoh tersebut mudah dipahami karena menarik kesimpulan dari kondisi, fenomena, pengalaman umum menjadi kesimpulan atau pengetahuan umum. Contoh di atas adalah bentuk penalaran induksi dalam pengertian generalisasi induksi.
Generalisasi induksi disingkat dapat dipahami dengan induksi saja tanpa perlu menambahkan kata ‘generalisasi’ di depannya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa generalisasi induksi merupakan proses penarikan umum dari data, fakta, kenyataan tertentu berdasarkan proposisi singular atau pernyataan suatu hal secara khusus.
Bentuk penalaran induksi ini biasanya diterapkan dalam observasi data atau fakta tertentu. Kemudian, seorang peneliti akan membuat hipotesis dari fenomena itu.
Hipotesis tersebut kemudian akan diuji secara terus menerus untuk diuji terkait kebenarannya. Jika para peneliti menemukan fenomena ini selalu benar dalam setiap situasi, maka dapat disimpulkan bahwa hal itu benar dalam hal maupun situasi yang lain juga.
Namun. perlu diketahui bahwa bentuk penalaran induksi hanya berlaku sampai pada tingkat kemungkinan semata-mata. Pasalnya, kebenarannya juga bergantung pada faktor probabilitas.
Faktor probabilitas merupakan faktor yang menentukan tinggi atau rendahnya kemungkinan konklusi induksi. Faktor ini meliputi jumlah fakta, analogi dalam premis, disnanalogi salam premis, dan luas konklusi.
Dapat dipahami bahwa semakin luas konklusi, maka semakin rendah pula probabilitasnya. Hal ini turut berlaku sebaliknya. Namun, bentuk penalaran ini masih relevan untuk digunakan dalam kondisi tertentu. Contohnya yakni ketika semakin sempit konklusinya maka mudah untuk melihat kemungkinannya.
Penalaran Deduksi
Bentuk penalaran yang kedua adalah penalaran deduksi, yang berdasar dari silogisme. Secara logika, peneliti mampu merumuskan bentuk penalaran deduksi atau silogisme sebagai proses penarikan kesimpulan yang bertolak dari proposisi universal atau ketika seluruh predikat mendukung atau bahkan mengingkari subjek.
Proposisi universal ini dapat digunakan sebagai premis dalam menyimpulkan sesuatu. Untuk memahaminya, berikut ini contoh penalaran deduksi:
Premis:
Semua pencuri harus dihukum menurut hukum, Ilona seorang pencuri,
Konklusi:
Ilona harus dihukum menurut hukum
Proposisi pertama dalam premis yakni disebut dengan premis mayor. Sementara proposisi kedua dalam premis disebut premis minor. Konklusi adalah penarikan kesimpulan berdasarkan gagasan atau term dalam premis. Oleh karena itu, dalam contoh di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ‘Illona harus dihukum menurut hukum’.
Silogisme terdiri dari tiga term yakni Subjek, Predikat dan term tengah. Term tengah ini untuk menghubungkan premis mayor dan minor untuk menarik konklusi.
Kebenaran konklusi bentuk penalaran deduksi sudah terlihat dan terkandung dalam kedua premis. Kebenaran konklusi deduksi berdasarkan pada apakah premisnya benar atau tidak dan apakah argumen yang diusung valid atau tidak.
Argumen dianggap valid ketika memiliki struktur yang premisnya mendukung kebenaran sebuah kesimpulan. Jika masih membingungkan konklusinya, maka dapat dipahami dengan rumus sebagai berikut:
Premis :
M – P
S - M
Konklusi :
S – P
Silogisme hanya mengenal tiga proposisi. Dua proposisi adalah premis dan satunya lagi sebagai konklusi. Selain itu, term subjek, predikat, dan term tengah juga menjadi term pokok. Tidak kurang dan tidak lebih.
Jika ada yang kurang, maka tidak dapat ditarik kesimpulan kecuali dalam pembahasan tertentu yang mensyaratkan adanya silogisme berubah menjadi polisilogisme atau sorites.
Demikian penjelasan terkait dengan 2 bentuk penalaran, yakni penalaran induksi dan deduksi. Selanjutnya dapat diketahui masing-masing bentuk penalaran induksi maupun deduksi memiliki ketentuan yang berbeda-beda tergantung kalimat yang menjadi premisnya.